Kamis, 28 Mei 2015

DI BALIK SOSOK PEMIMPIN NYENTRIK & KONTROVERSIAL
(BEHIND THE LEADER FIGURE OF ECCENTRIC & CONTROVERSIAL)

PUTTI SATRIAWAN (17113056)

Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Universitas Gunadarma
Jl.Margonda Raya No. 100, Depok, Jawa Barat
                                                                     
ABSTRAK

Dalam pelaksanaanya seorang pemimpin tidak bisa menerapkan hanya berfokus pada satu teori kepemimpinan saja. Namun seorang pemimpin pemimpin akan mendapatkan loyalitas dari para pengikutnya apabila dengan karakter tersebutlah dia dapat membawa organisasi tersebut kepada tujuannya. Selain pemimpin haruslah tegas, dapat memberi contoh, mengayomi, melindungi serta masih banyak lagi hal yang harus dimiliki seornag peminpin, dia haruslah peka terhadap setiap situasi dan dapat menyesuaikan diri dalam setiap masalah yang dihadapi dan dapat berpikir cepat dalam mengambil keputusan dan tentunya keputusan yang diambil haruslah dapat menyelesaikan masalah yang terjadi. Namun dalam pelaksanaanya pasti ada pro dan kontra terhadap, untuk itu seorang pemimpin harus mempunyai keberanian dan yakin dengan apa yang dilakukan selama tindakan tersebut berdampak positif. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin yaitu kemempuan personal, jabatan dan faktor situasi dan kondisi.

Kata Kunci : pemimpin, Jonan, teori, profesional

ABSTRAC

In the implementation of a leader can not apply only to focus on only one theory of leadership. But a leader of leaders will gain the loyalty of his followers when the character is exactly he can bring the organization to its objectives. In addition to a leader must be assertive, can give an example, nurturing, protecting and many more things to be owned seornag leading people, he must be sensitive to any situation and can adapt to any problems encountered and can think quick in taking decisions and of course the decision taken must be able to resolve problems that occur. However, the implementation must be pros and cons of, for that a leader must have the courage and unsure of what to do during these actions had a positive impact. There are three factors that can affect the success of a leader is kemempuan personal, office and factors circumstances.

Keywords: leader, Jonan, theory, professional

PENDAHULUAN

Teori dan Arti Penting Kepemimpinan

Kepemimpinan adalah kemampuan yang sanggup meyakinkan orang lain supaya bekerjasama dibawah pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai tujuan tertentu. Cara alamiah mempelajari kepemimpinan adalah ‘melakukannya dalam kerja’ dengan praktik seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam hubungan ini sang akhil diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan pengajaran/intruksi.

Kebanyakan orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimpin yang efektif mempunyai sifat atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya karisma, pandangan ke depan, daya persuasi, dan intensitas. Dan memang, apabila kita berpikir tentang pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno, Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan yang mereka inginkan.

Teori kepemimpinan dalam organisasi telah berevolusi dari waktu ke waktu ke dalam berbagai jenis dan merupakan dasar terbentuknya suatu kepemimpinan. Setiap teori menyediakan gaya yang efektif dalam organisasi. Banyak penelitian manajemen telah menemukan solusi kepemimpinan yang sempurna. Hal ini menganalisis sebagian besar teori terkemuka dan mengeksplorasinya. Dalam teori kepemimpinan, ada beberapa macam teori di antaranya:

1. Great Man Theory

Teori ini mengatakan bahwa pemimpin besar (great leader) dilahirkan, bukan dibuat (leader are born, not made). Dilandasi oleh keyakinan bahwa pemimpin merupakan orang yang memiliki sifat-sifat luar biasa dan dilahirkan dengan kualitas istimewa yang dibawa sejak lahir dan ditakdirkan menjadi seorang pemimpin di berbagai macam organisasi. Orang yang memiliki kualitas dapat dikatakan orang yang sukses dan disegani oleh bawahannya serta menjadi pemimpin besar. Senada dengan hal tersebut, Kartini Kartono dalam bukunya membagi definisi teori ini dalam dua poin, yaitu seorang pemimpin itu tidak dibuat, akan tetapi terlahir menjadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa sejak lahirnya dan yang kedua dia ditakdirkan lahir menjadi seorang pemimpin dalam situasi kondisi yang bagaimanapun juga. James (1980), menyatakan bahwa setiap jaman memiliki pemimpin besar. Perubahan sosial terjadi karena para pemimpin besar memulai dan memimpin perubahan serta menghalangi orang lain yang berusaha membawa masyarakat ke arah yang berlawanan.

Teori kepemimpinan ini dikembangkan dari penelitian awal yang mencakup studi pemimpin besar. Para pemimpin berasal dari kelas yang istimewa dan memegang gelar turun-temurun. Sangat sedikit orang dari kelas bawah memiliki kesempatan untuk menjadi seorang pemimpin. Teori great man didasarkan pada gagasan bahwa setiap kali ada kebutuhan kepemimpinan, maka muncullah seorang manusia yang luar biasa dan memecahkan masalah. Ketika teori great man diusulkan, sebagian besar pemimpin adalah orang laki-laki dan hal itu tidak bisa ditawar. Bahkan para peneliti adalah orang laki-laki juga, yang menjadi alasan untuk nama teori tersebut “great man”. Konsep kepemimpinan pada teori ini yang disebut orang besar adalah atribut tertentu yang melekat pada diri pemimpin atau sifat personal, yang membedakan antara pemimpin dan pengikutnya.

2. Teori Sifat

Teori sifat kepemimpinan membedakan pada pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin dengan cara berfokus pada berbagai sifat dan karakteristik pribadi masing-masing. Pada teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimilikinya. Atas dasar pemikiran tersebut, timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang pemimpin yang berhasil sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin. Kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat atau ciri-ciri di dalam dirinya. Dalam mencari ciri-ciri kepemimpinan yang dapat diukur, para peneliti menggunakan dua pendekatan yaitu mereka berusaha membandingkan ciri-ciri dari dua orang yang muncul sebagai pemimpin dengan ciri-ciri yang tidak demikian dan mereka membandingkan ciri pemimpin yang efektif dengan ciri-ciri pemimpin yang tidak efektif. Akan tetapi studi tentang ciri-ciri ini mengalami kegagalan untuk mengungkap secara jelas dan konsisten yang membedakan pemimpin dan pengikut. Hasil penelitian ini dikemukakan oleh Cecil A. Gibb (1969) bahwa pemimpin satu kelompok diketahui agak lebih tinggi, lebih cemerlang, lebih terbuka, dan lebih percaya diri daripada yang bukan pemimpin. Tetapi banyak orang yang memiliki ciri-ciri ini dan kebanyakan dari mereka tidak pernah menjadi pemimpin. Salah satu temuannya, orang yang terlalu cerdas dibanding dengan anggota dalam kelompok tidak muncul atau tidak menjadi seorang pemimpin, barangkali orang ini berbeda terlalu jauh dengan kelompoknya. Pada teori ini mengasumsikan bahwa manusia yang mewarisi sifat-sifat tertentu dan sifat-sifat yang membuat mereka lebih cocok untuk menjalankan fungsi kepemimpinan. Selain itu juga, menempatkan sejumlah sifat atau kualitas yang dikaitkan dengan keberadaan pemimpin yang memungkinkan pekerjaan atau tugas kepemimpinannya akan menjadi sukses ataupun efektif di mata orang lain. Seorang pemimpin akan sukses atau efektif apabila dia memiliki sifat-sifat seperti berani bersaing, percaya diri, bersedia berperan sebagai pelayan orang lain, loyalitas tinggi, intelegensi tinggi, hubungan interpersonal baik, dan lain sebagainya. Menurut Judith R. Gordon menyatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki karakter, seperti kemampuan intelektual, kematangan pribadi, pendidikan, status sosial ekonomi, human relations, motivasi intrinsik dan dorongan untuk maju (achievement drive). Sedangkan menurut Sondang P. Siagian (1994), bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki ciri-ciri ideal di antaranya:

a. Pengetahuan umum yang luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme,   fleksibilitas, adaptabilitas, dan orientasi masa depan.
b. Sifat inkuisitif, rasa tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan,       ketegasan, keberanian, sikap yang antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif.
c. Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas, membedakan yang penting dan yang tidak penting, keterampilan mendidik dan berkomunikasi secara efektif.

Menurut Ronggowarsito, menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki Hastabrata, yaitu delapan sifat unggul seorang pemimpin yang dikaitkan dengan sifat-sifat alam di antaranya:

a. Bagaikan surya. Menerangi dunia, memberi kehidupan, menjadi penerang, pembuat senang, arif, jujur, adil, dan rajin bekerja sehingga negara aman sentosa.

b. Bagaikan candra atau rembulan. Memberikan cahaya penerangan keteduhan pada hati yang tengah dalam kesulitan, bersifat melindungi sehingga setiap orang dapat tekun menjalankan tugasnya masing-masing dan memberi ketenangan.

c. Bagaikan kartika atau bintang. Menjadi pusat pandangan sebagai sumber kesusilaan, menjadi kiblat ketauladanan dan menjadi sumber pedoman.

d. Bagaikan meja atau awan. Menciptakan kewibawaan, mengayomi meneduhi sehingga semua tindakan menimbulkan ketaatan.

e. Bagaikan bumi. Teguh, kokoh pendiriannya dan bersahaja dalam ucapannya.

f. Bagaikan samudra. Luas pandangan, lebar dadanya, dan dapat membuat rakyat seiya sekata.

g. Bagaikan hagni atau api. Adil, menghukum tanpa memandang bulu, yang salah menjalankan hukuman dan yang baik mendapat pahala.

h. Bagaikan bayu atau angin. Adil, jujur, terbuka dan tidak ragu-ragu.

Dari penjelasan di atas, bahwa karakter istimewa yang harus dimiliki oleh seorang pemimpin mencakup karakter bawaan dan karakter yang diperoleh kemudian dikembangkan pada kemudian. Adapun kelemahan dari seorang pemimpin pada teori sifat di antaranya:

a. Terlampau banyak sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin
b. Mengabaikan unsur follower dan situasi serta pengaruhnya terhadap efektivitas pemimpin
c. Tidak semua ciri cocok untuk segala situasi
d. Terlampau banyak memusatkan pada sifat-sifat kepemimpinan dan mengabaikan apa yang sebenarnya dilakukan oleh pemimpin.

Untuk menyukseskan pelaksanaan tugas para pemimpin belakangan ini telah banyak dilakukan penelitian oleh para ahli dengan harapan dapat ditemukan model kepemimpinan yang baik atau efektif. Namun kesimpulan dari hasil studi, ternyata tidak ada satu model tunggal yang memenuhi harapan. Dalam kaitannya dengan ciri-ciri pemimpin, J. Slikboer menyatakan bahwa setiap pemimpin hendaknya memiliki tiga sifat, yaitu sifat dalam bidang intelektual, berkaitan dengan watak, dan berhubungan dengan tugasnya sebagai pemimpin. Ciri-ciri lain yang berbeda dikemukakan oleh Ruslan Abdulgani (1958) bahwa soerang pemimpin harus mempunyai kelebihan dalam hal menggunakan pikiran, rohani dan jasmani.

3. Teori Perilaku

Teori perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap teori great man. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk tidak dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born). Setiap orang bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta dorongan oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas yang harus dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara aktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Teori ini memandang bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari sifat-sifat (traits) seorang pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif sukar untuk diidentifikasikan.

Beberapa pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan bahwa perilaku dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam perilaku kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif. Namun demikian hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang cocok dalam satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan tetapi, perilaku kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak variabel. Robert F. Bales (Stoner, 1986) mengemukakan hasil penelitian, bahwa kebanyakan kelompok yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared leadership), seumpama satu orang menjalankan fungsi tugas dan anggota lainnya melaksanakan fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena perhatian seseorang akan terfokus pada satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
Dalam hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:

a. Konsiderasi dan struktur inisiasi

Perilaku seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri-ciri ramah tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya. Disamping itu, terdapat kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan tugas orientasi.

b. Berorientasi kepada bawahan dan produksi

Perilaku pemimpin yang berorientasi yang berorientasi kepada bawahannya ditandai oleh penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.

Pada sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahannya. Sedangkan berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap seorang pemimpin dapat diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil atau tugas dan terhadap bawahan atau hubungan kerja. Stoner (1978) mengungkapkan bahwa kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari masalah fungsi dan gaya kepemimpinan. Selain itu, pada teori ini seorang pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin memiliki perhatian yang tinggi terhadap bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Bagaimana seorang pemimpin berperilaku akan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman mereka (kekuatan pada diri pemimpin). Sebagai contoh, pimpinan yang yakin bahwa kebutuhan perorangan harus dinomorduakan daripada kebutuhan organisasi, mungkin akan mengambil peran yang sangat direktif (peran perintah) dalam kegiatan para bawahannya. Demikian pula seorang bawahan perlu dipertimbangkan sebelum pimpinan memilih gaya yang cocok atau sesuai.

4. Teori Kepemimpinan Situasional

Teori kepemimpinan situasional adalah suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku bawahan, dan situasi sebelum menggunakan perilaku kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini menghendaki pemimpin untuk memiliki kemampuan diagnosa dalam hubungan antara manusia (Monica, 1998). Teori ini muncul sebagai reaksi terhadap teori perilaku yang menempatkan perilaku pemimpin dalam dua kategori yaitu otokratis dan demokratis. Dalam teori ini dijelaskan bahwa seorang pemimpin memilih tindakan terbaik berdasarkan variabel situasional. Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji kepemimpinan dari beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok. Teori ini menitikberatkan pada berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi tertentu. Keefektifan kepemimpinan tidak tergantung pada gaya tertentu terhadap suatu situasi, tetapi tergantung pada ketepatan pemimpin berperilaku sesuai dengan situasinya.

Seorang pemimpin yang efektif dalam teori ini harus bisa memahami dinamika situasi dan menyesuaikan kemampuannya dengan dinamika situasi yang ada. Penyesuaian gaya kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan perilaku karena tuntunan situasi tertentu. Dengan demikian berkembanglah berbagai macam model-model kepemimpinan di antaranya:

a. Model Kontinuum Otokratik-Demokratik

Gaya dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan yang harus diselenggarakan. Sebagai contoh, dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri. Ciri kepemimpinan yang menonjol ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas. Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan kebutuhan bawahan.

b. Model Interaksi Atasan-Bawahan

Menurut model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauh mana interaksi tersebut mempengaruhi perilaku
pemimpin yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif apabila:

1. Hubungan atasan dan bawahan dikategorikan baik.
2. Tugas yang harus dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi.
3. Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.

c. Model Situasional

Model ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam metode ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan yang dapat digunakan adalah:

1. Memberitahukan;
2. Menjual;
3. Mengajak bawahan berperan, serta
4. Melakukan pendelegasian.

d. Model Jalan-Tujuan

Seorang pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian pemimpin kepada kepentingan dan kebtuuhan bawahannya. Perilaku pemimpin berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi bawahannya.

e. Model Pimpinan-Peran serta Bawahan

Perhatian utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses pengambilan keputusan.
Pada teori situasional ini terdapat empat dimensi situasi yang di mana secara dinamis akan memberikan pengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan seseorang:

a. Kemampuan Manajerial

Kemampuan ini merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan seseorang. Kemampuan manajerial meliputi kemampuan teknikal, kemampuan sosial, pengalaman, motivasi dan penilaian terhadap “reward” yang disediakan oleh perusahaan.

b. Karakteristik Pekerjaan

Merupakan unsur kedua terpenting yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Pekerjaan yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat untuk berprestasi dibanding pekerjaan rutin yang membosankan. Juga pada tingkat kerja dengan kelompok yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan akan sangat mempengaruhi efektivitas seorang pemimpin.

c. Karakteristik Organisasi

Budaya korporat, kebijakan, dan birokrasi bisa membatasi gaya kepemimpinan seorang manajer. Juga bila di dalam suatu organisasi banyak terdapat profesional dan kelompok ahli. Maka gaya kepemimpinan yang efektif tentu berbeda dengan organisasi perusahaan yang terdiri dari para pekerja kasar.

d. Karakteristik Pekerja

Dalam karakteristik pekerja meliputi karakteristik kepribadian, kebutuhan, pengalaman dari para pegawai akan mempengaruhi efektivitas kepemimpinan manajer.
Keberhasilan seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan dengan perilaku yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah jenis pekerjaan dan kompleksitas tugas, bentuk dan sifat teknologi yang digunakan, persepsi, sikap dan gaya kepemimpinan, norma yang dianut kelompok, rentang kendali, ancaman dari luar organisasi, tingkat stress, dan iklim yang terdapat dalam organisasi.

5. Teori Kepemimpinan Karismatik

Dalam teori ini para pengikut memiliki keyakinan bahwa pemimpin mereka diakui memiliki kemampuan yang luar biasa. Kemampuan mempengaruhi pengikut bukan berdasarkan pada tradisi atau otoritas formal tetapi lebih pada persepsi pengikut bahwa pemimpin diberkati dengan bakat supranatural dan kekuatan yang luar biasa. Di mana kemampuan yang luar biasa tersebut hanya dimiliki oleh orang-orang tertentu dan tidak semua orang memilikinya. Seorang pemimpin dianggap orang yang lebih tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Karisma berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti “berkat yang terinspirasi secara agung” atau ”pemberian tuhan”. Seperti kemampuan melakukan keajaiban atau memprediksikan peristiwa masa depan. Para pemimpin akan lebih dipandang sebagai karismatik jika mereka membuat pengorbanan diri, mengambil resiko pribadi dan mendatangkan biaya tinggi untuk mencapai visi yang mereka dukung. Kepercayaan terlihat menjadi komponen penting dari karismatik dan pengikut akan lebih mempercayai pemimpin yang kelihatan tidak terlalu termotivasi oleh kepentingan pribadi daripada oleh perhatian terhadap pengikut. Yang paling mengesankan adalah seorang pemimpin yang benar-benar mengambil resiko kerugian pribadi yang cukup besar dalam hal status, uang posisi kepemimpinan atau keanggotaan dalam organisasi. Menurut Weber (1947), karismatik terjadi saat terdapat sebuah krisis sosial, seorang pemimpin muncul dengan sebuah solusi untuk krisis itu, pemimpin menarik pengikut yang percaya pada visi itu. Mereka mengalami beberapa keberhasilan yang membuat visi tersebut dapat terlihat, dapat dicapai dan para pengikut dapat mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.
Konsep karismatik menurut Weber (1947), konsep yang lebih ditekankan kepada kemampuan pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa dan mistis. Menurutnya, ada lima faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang karismatik yaitu:

a. Adanya seseorang yang memiliki bakat luar biasa;
b. Adanya krisis sosial;
c. Adanya sejumlah ide yang radikal untuk memecahkan krisis tersebut;
d. Adanya sejumlah pengikut yang percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan luar biasa yang bersifat transendental dan supranatural, serta
e. Adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan.

House (1977), berpendapat bahwa seorang pemimpin karismatik mempunyai dampak yang dalam dan tidak biasa terhadap para pengikut. Mereka menerima pemimpin tersebut tanpa mempertanyakannya lagi, mereka tunduk kepada pemimpin dengan senang hati, merasa disayang terhadap pemimpin tersebut, mereka terlibat secara emosional dalam misi kelompok atau organisasi tersebut, percaya bahwa mereka dapat memberi kontribusi terhadap keberhasilan dan mereka mempunyai tujuan-tujuan kinerja tinggi. Karismatik negatif memiliki orientasi kekuasaan secara pribadi:

a. Mereka menekankan identifikasi pribadi daripada internalisasi.
b. Mereka lebih menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri daripada idealisme.
c. Mereka dapat menggunakan daya tarik ideologis, tetapi hanya sebagai cara untuk
memperoleh kekuasaan, kemudian diabaikan atau diubah secara sembarangan sesuai dengan sasaran pribadi pemimpin itu.
d. Mereka berusaha untuk mendominasi dan menaklukkan pengikut dengan membuat mereka tetap lemah dan bergantung pada pemimpin.
e. Otoritas untuk membuat keputusan penting dipusatkan pada pemimpin, penghargaan dan hukuman digunakan untuk memelihara sebuah citra pemimpin yang tidak dapat berbuat kesalahan atau untuk membesar-besarkan ancaman eksternal kepada organisasi.
f. Keputusan dari para pemimpin ini mencermnkan perhatian yang lebih besar akan pemujaan diri dan memelihara kekuasaan daripada bagi kesejahteraan pengikut.

Karismatik positif memiliki orientasi kekuasaan sosial:
a. Para pemimpin ini menekankan internalisasi dari nilai-nilai bukannya identifikasi pribadi;
b. Mereka tidak berusaha untuk menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri, tetapi lebih pada ideologi;
c. Otoritas didelegasikan hingga batas yang cukup besar, informasi dibagikan secara terbuka, didorongnya partisipasi dalam keputusan;
d. Penghargaan digunakan untuk menguatkan perilaku yang konsisten dengan misi dan sasaran dari organisasi, serta
e. Hasilnya adalah kepemimpinan mereka akan makin menguntungkan bagi pengikut.

Beberapa teori-teori membahas mengenai bagaimana karisma seorang pemimpin mempengaruhi bawahannya. Telah dibahas bahwa seorang bawahan begitu kuat terpengaruh oleh karisma pimpinannya dalam menyelesaikan sebuah misi. Terdapat beberapa hal yang mempengaruhi proses pengaruh karismatik seorang pemimpin yaitu:

a. Identifikasi Pribadi (Personal Identification)

Identifikasi pribadi merupakan sebuah proses mempengaruhi yang terjadi pada beberapa orang pengikut namun tidak pada yang lainnya. Proses ini paling banyak terjadi pada para pengikut yang mempunyai rasa harga diri rendah, identitas diri rendah, dan kebutuhan yang tinggi untuk menggantungkan diri kepada tokoh-tokoh yang berkuasa.

b. Identifikasi Sosial (Social Identification)

Identifikasi sosial merupakan sebuah proses mempengaruhi yang menyangkut definisi diri sendiri dalam hubungannya dengan sebuah kelompok atau kolektivitas. Para pemimpin karismatik meningkatkan identifikasi sosial dengan membuat hubungan antara konsep diri sendiri, para pengikut individual dan nilai-nilai yang dirasakan bersama serta identitas-identitas kelompok. Seorang pemimpin karismatik dapat meningkatkan identifikasi sosial dengan memberi kepada kelompok sebuah identitas yang unik, yang membedakan kelompok tersebut dengan kelompok yang lainnya.

c. Internalisasi (Internalization)

Para pemimpin karismatik mempengaruhi para pengikut untuk merangkul nilai-nilai baru, namun lebih umum bagi para pemimpin karismatik untuk meningkatkan kepentingan nilai-nilai yang ada sekarang pada para pengikut dan dengan menghubungkannya dengan sasaran-sasaran tugas. Para pemimpin karismatik juga menekankan aspek-aspek simbolis dan ekspresif pekerjaan itu, yaitu membuat pekerjaan tersebut menjadi lebih berarti, mulia, heroik dan secara moral benar. Para pemimpin karismatik itu juga tidak menekankan pada imbalan-imbalan ekstrinsik dalam rangka mendorong para pengikut untuk memfokuskan diri kepada imbalan-imbalan instrinsik dan meningkatkan komitmen mereka kepada sasaran-sasaran objektif.

d. Kemampuan diri sendiri (Self-efficacy)

Efikasi diri sendiri merupakan suatu keyakinan bahwa individu tersebut mampu dan kompeten untuk mencapai sasaran tugas yang sukar. Efikasi diri kolektif menunjuk kepada persepsi para anggota kelompok jika mereka bersama-sama dan mereka menghasilkan hal-hal yang luar biasa. Para pemimpin karismatik meningkatkan harapan diri para pengikut bahwa usaha-usaha kolektif dan individual mereka untuk melaksanakan misi kolektif akan berhasil.

Tipologi Kepemimpinan

Tipologi kepemimpinan disusun dengan titik tolak interaksi personal yang ada dalam kelompok . Tipe-tipe pemimpin dalam tipologi ini dapat dikelompokkan dalam kelompok tipe berdasarkan jenis-jenisnya antara lain:

a. Tipe Otokratis

Seorang pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri seperti menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi, mengidentikkan tujuan pribadi dengan tujuan organisasi, menganggap bawahan sebagai alat semata-mata, tidak mau menerima kritik, saran dan pendapat, terlalu tergantung kepada kekuasaan formalnya, dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan pendekatan yang mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.  

b. Tipe Militeristis

Perlu diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki sifat-sifat berikut yaitu dalam sistem perintah dalam menggerakkan bawahan lebih sering dipergunakan, senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya dalam menggerakkan bawahan, senang pada formalitas yang berlebih-lebihan, menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, sukar menerima kritikan dari bawahannya, serta menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.

c. Tipe Paternalistis

Seorang pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang memiliki ciri sebagai berikut yaitu menganggap bawahannya sebagai manusia yang tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (over-protective), jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.

d. Tipe Karismatik

Hingga sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi dengan kekuatan gaib (supernatural powers). Kekayaan, umur, kesehatan, profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil, Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng’.

e. Tipe Demokratis

Pengetahuan tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut yaitu dalam proses penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu adalah makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari pada bawahannya, senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari bawahannya, selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam usaha mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses daripadanya, dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai pemimpin.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepemimpinan

Dalam melaksanakan tugas kepemimpinan mempengaruhi orang atau kelompok menuju tujuan tertentu, kita pemimpin, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepemimpinan adalah sebagai berikut:

a. Faktor Kemampuan Personal

Pengertian kemampuan personal adalah kombinasi antara potensi sejak pemimpin dilahirkan ke dunia sebagai manusia dan faktor pendidikan yang ia dapatkan. Jika seseorang lahir dengan kemampuan dasar kepemimpinan, ia akan lebih hebat jika mendapatkan perlakuan edukatif dari lingkungan, jika tidak, ia hanya akan menjadi pemimpin yang biasa dan standar. Sebaliknya jika manusia lahir tidak dengan potensi kepemimpinan namun mendapatkan perlakuan edukatif dari lingkunganya akan menjadi pemimpin dengan kemampuan yang standar pula. Dengan demikian antara potensi bawaan dan perlakuan edukatif lingkungan adalah dua hal tidak terpisahkan yang sangat menentukan hebatnya seorang pemimpin.

b. Faktor Jabatan

Pengertian jabatan adalah struktur kekuasaan yang pemimpin duduki. Jabatan tidak dapat dihindari terlebih dalam kehidupan modern saat ini, semuanya seakan terstrukturifikasi. Dua orang mempunyai kemampuan kepemimpinan yang sama tetapi satu mempunyai jabatan dan yang lain tidak maka akan kalah pengaruh. sama-sama mempunyai jabatan tetapi tingkatannya tidak sama maka akan mempunya pengarauh yang berbeda.

c. Faktor Situasi dan Kondisi

Pengertian situasi adalah kondisi yang melingkupi perilaku kepemimpinan. Disaat situasi tidak menentu dan kacau akan lebih efektif jika hadir seorang pemimpin yang karismatik. Jika kebutuhan organisasi adalah sulit untuk maju karena anggota organisasi yang tidak berkepribadian progresif maka perlu pemimpin transformasional. Jika identitas yang akan dicitrakan oragnisasi adalah religiutas maka kehadiran pemimpin yang mempunyai kemampuan kepemimpinan spritual adalah hal yang sangat signifikan. Begitulah situasi berbicara, ia juga memilah dan memilih kemampuan para pemimpin, apakah ia hadir disaat yang tepat atau tidak.

METODE ANALISIS

Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh teori dalam penerapan kepemimpinan suatu organisasi. Dengan menggunakan teori-teori yang di usulkan beberapa ahli ternyata dalam penerapannya seorang pemimpin tidak bisa hanya menggunakan satu teori untuk menjalankan sistem kepemimpinannya. Seorang lebih di tuntut untuk mampu beradaptasi dalam kondisi apapun atau fleksibel. Sama halnya juga dengan tipologinya yang digunakan seorang pemimpin tidak dapat menitikberatkan pada satu tipe kepemimpinan saja. Selanjutnya untuk membantu untuk mensukseskan keberhasilan seornag pemimpin harus memperhatikan tiga faktor untuk mempengaruhi kepemimpinanya yaitu faktor kemempuan personal, faktor jabatan dan faktor situasi dan kondisi.

PEMBAHASAN

Setiap pemimpin pasti memiliki gaya kepemimpinan masing-masing namun gaya tersebut berdasarkan teori dan tipologi. KAI adalah sebuah perusahaan besar milik BUMN, dalam mengelolanya bukanlah hal yang mudah dilakukan sejak didirikan tahun 1864 KAI belum menemukan sosok seorang pemimpin yang mampu menerapkan sistem yang apik. Ignasius Jonan (biasa dipanggil Jonan) merupakan satu-satunya pemimpin KAI yang mampu membawa peubahan besar pada KAI. Dilihat dari gaya kepemimpinanya Jonan tentunya manggunakan teori-teori dan tipe kemimpinan dalam pelaksanaanya Jonan tidak biasa memaksakan satu teori dan satu tipe kepemimpinan, Jonan justru  menciptakan gayanya sendiri dengan menggunakan beberapa teori dan tipe kepemimpinan.

SIAPAKAH IGNASIUS JONAN?



Sebelum saya mengulas lebih jauh tentang gaya kepemimpinan Jonan, ada baikmya kita mengenal Jonan terlebih dahulu. Mungkin masih ada sebagina kita yang belum begitu mengenal siapa Jonan, bagaimana pendidikan, keyakinan,keluarga dan perjalanan kariernya. Sebagin orang bisa jadi mendengar nama Jonan hanya melalui televisi atau pun surat kabar. Mengenal Jonan sedikit lebih dalam akan memudahkan kita dalam menilai dan memahami Jonan. Jonan memiliki nama lengkap Ignasius Jonan. Lahir di Singapura tanggal 21 Juni 1963 sebagai anak sulung dari lima bersaudara. Ayahnya bernama Yusuf Jonan yaitu penusaha yang berasal dari Surabaya. Sedangkan ibu Jonan tidak lain putri seorang pejabat tinggi di Singapura.

Sebagai anak dari seorang pengusaha dan putri pejabat, kehiduoan Jonan berkecukupan. Dengan kata lain laki-laki yang sekarang berusia 51 tahun lahir dari keluarga yang mapan. Jonan menghabiskan masa kecilnya di Singapura. Kemudian, pada usia 10 tahun Jonan dan keluarganya pindah ke Indonesia. Jonan pernah mengenyam pendidikan di SMAK St. Louis 1 Surabaya jurusan IPS yang banyak berpengaruh pada kariernya di bidang keuangan. Setamat di SMAK St., Louis 1, Jonan melanjutkan ke Universitas Airlangga. Sejalan dengan jurusan yang diambil pada waktu di SMAK, di perguruan tinggi Jonan mendalami jurusan Akutansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jonan lulus dalam kurun waktu 4 tahun. Jonan pun melanjutkan pendidikan di Universitas Tufts. Tak hanya itu Jonan juga pernah mengenyam berbagai program pendidikan di beberapa perguruan tinggi dunia.

Jonan bisa dibilang sukses dalam karier hal ini dibuktikan dengan sederet penghargaan yang diperoleh diantaranya : Penghargaan Kategori Penyelamatan Aset BUMN (2010), CEO terbaik BUMN 2011, Penghargaan dari Komnas Pengendalian Tembakau (2012) atas upaya PT. KAI menerapkan kebijakankawasan bebas asap rokok di lingkungan stasiun dan di atas kereta api, meraih Penghargaan Perunggu dalam dua kategori yaitu Strategic dan Tactical Marketing ajang BUMN Marketing Day 2012 di bidang pemasaran, Best of The Best BUMN Inovatif Terbaik 2012, Chief Executive Officer (CEO) BUMN Terbaik, Pemenang 1 Inovasi Manajemen BUMN Terbaik 2012 dan masih banyak lagi.

Pada awalnya Jonan sempat ragu karena diamanahkan tugas yang berat. Pada awal masa kepemimpinan Jonan di KAI ia memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Jonan merupakan penganut agama katolik yang memegang teguh keyakinannya. “Tuhan berilah aku kekuatan untuk dapat merubah apa yang bisa aku rubah. Berilah aku kebesaran hati untuk menerima apa yang tidak bisa aku ubah. Berilah aku kebijaksanaan untuk membedakan kedua hal itu. Do’a inilah yang membuat saya sampaisekarang untuk tidak mudah menyerah dan tidak mudah putus asa ”, dari do’a dan perkataan itu lah menjadi sumber kekuatan Jonan untuk terus melangkah.

JONAN DAN KONTROVERSI

Sempat dituding mengabaikan rakyat kecil dengan menyingkirkan lebih dari 5000 kios dan PKL dari lebih dari 60 stasiun yang berada dalam jaringan commuterline. Ini merupakan tantangan awal bagi Jonan. Hal itu dilakukan bukan tanpa suatu alasan, hal tersebut dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada para pengguna jasa  kereta api. Bukan berarti Jonan kejam atau tidak peduli terhadap rakyat kecil menyingkirkan kios dan PKL membantu KAI untuk menyelamatkan aset perusahaan. Salah satu contoh aset KAI adalah stasiun termasuk peron dan sebagainya. Dengan membersihkan peron dari PKL ataupun kios mengembalikan lagi hak bagi para penumpang kereta api  dimana peron berfungsi untuk tempat penumpang menunggu , naik maupun turun kereta api. Dampak yang dirasakan setelah menyingkirkan kios-kios dan PKL yang ada di setiap stasiun, para pengguna kereta api khususnya commuter line meningkat.

Sebagai pemimpin Jonan juga merasa iba tapi di sisi lain dia harus profesional, namun tidak membuat Jonan menutup mata akan salah satu kejadian berikut. Pada hari setelah pembersihan kios dan PKL di Stasiun Universitas Indonesia Jonan mendapatkan SMS dari seorang mahasiswa yang mengatakan :

Bapak bagaimana sih kok tega banget menggusur tapi tidak ada relokasi. Kasihan orang-orang yang dan anak-anaknya termasuk saya. Saya terancam putus kuliah karena bapak saya tidak punya pekerjaan lagi”.

Tak beberapa lama kemudian mahasiswa tadi mendapatkan balasan dari Jonan, “Ya sudah, kuliahmu saya yang tanggung sampai kamu lulus kuliah.” Tindakan Jonan merupakan bentuk tanggung jawab seorang pemimpin atas resiko yang di dapat dari setiap keputusan yang diambil. Memang Jona tidak menyediakan relokasi untuk para pemilik kios maupun PKL karena anggaran yang dimiliki KAI tidak mencukupi. Lain halnya dengan Jokowi sewaktu menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta beliau membongkar pemukiman kumuh yang ada di Jakarta dan mampu menyediakan relokasi karena ada anggaran yang mencukupi. Lain halnya dengan Jonan sewaktu menjabat Dirut KAI tugas Jonan hanyalah berfokus dalam pelayanan kereta api. Tapi sekarang ketika Jonan menjabat sebagai Mentri Perhubungan, Jonan lebih bisa berpengaruh tidak hanya pada KAI namun kesemua sarana perhubungan baik darat, air maupun udara.  

Selain menyingkirkan kios dan PKL Jonan juga melakukan inovasi dengan merubah sistem tikecting yang sebelumnya tiket hanya bisa dibeli melalui loket disetiap stasiun, sekarang semua tiket di jual secara online jadi calon penumpang dapat melakukan pemesanan tiket dimanapun dan kapanpun. Hal ini dianggap tidak pro rakyat kecil karena Jonan menetapkan harga tarif atas dan tarif bawah, selain itu bagi mereka yang tidak mengenal sistem online akan sangat kesulitan dalam melakukan tiket. Namun Jonan memberikan solusi dengan menerima re-seller tiket dengan bekerja sama dengan agen resmi seperti Indomaret, Alfamart, Lawson, Kantor POS dan selama tiket yang dijual oleh agen  tidak melebihi tarif atas tiket.

INTEGRITAS DAN PROFESIONAL

Integritas dan profesonal merupakan dua hal yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin. Seorang pemimpin profesional yang memiliki integritas akan memberikan perubahan yang cukuo signifikan pada setiap organisasi atau perusahan yang dipimpinnya. Selain memiliki pengetahuan yang luas, seorang pemimpin yang profesional juga bisa menyelesaikan masalah, mengenal segala hal yang terkait dengan tanggung jawabnya serta bisa mengajak timnya untuk bekerjasama. Jonan memerintahkan untuk melaporkan semua hal terkait perusahaan yang dipimpin sebagai bentuk kedisiplinan.

Tidak mengenal toleransi dalam bekerja. Langkah berikutnya untuk mempertahankan integritas, Jonan menekankan agar tidak ada pihak yang melanggar peraturan yang telah dibuat. Seorang profesional akan menjunjung tinggi perusahaan dimana ia bekerja dengan menaati aturan yang telah dibuat. Dalam kereta api misalnya, setiap orang harus memiliki tiket untuk bisa menikmati perjalanan menggunakan kerata api tidak peduli ia kaya ataupun miskin bahkan pegawai KAI sekalipun. Jonan mengatakan bahwa rasa kasihan merupakan perasaan personal, jika ada pegawai yang kasihan kepada seseorang yang tidak memiliki tiket Jonan menganjurkan untuk membelikan tiket dengan uang dari kantong pribadi, hal ini dilakukan dengan tujuan untuk membantu dalam pengurus keuangan negara dan memang Jonan dan karyawannya wajib mengatur pengeluaran dan pendapatan dengan tertib.
Larangan selanjutnya yang diberlakukan Jonan mengenai toleransi adalah larangan merokok tidak hanya di lingkungan stasiun laranngan ini juga diberlakukan di atas kereta api. Karyawan yang bertugas diatas rangkaian kereta wajib menegur apabila masih adal yang melarang bahkan Jonan memerintahkan untuk menurunkan distasiun selanjutnya apabila masih ada yang melarangnya, larangan ini terbukti berhasil hingga sampai saat ini hal tersebut dapat dirasakan dampak positifnya semua penumpang dapat menikmati perjalanan kereta api tanpa dan bebas asap rokok.

Bekerja sesuai dengan tujuan. Jonan berulang-ulang kali mengingatkan integritas kepada seluruh karyawan ketika ia di KAI. Jonan juga menekankan perlunya mengedepankan integritas dalam bekerja. Bisa dikatakan bahwa integritas merupakan sebuah karakter penting yang harus dimiliki oleh setiap orang di KAI. Langkah penting yang harus dilakukan untuk menjadi pemimpin yang berintegritas yaitu dengan berani dalam menjalankan keputusan yang sudah ditetapkan. Blue print dibuat agar karyawan mengerti dengan jelas hal-hal apa saja yang harus dilakukan, apa gunanya blue print jika tidak dilaksakan. Jonan berusaha untuk mengubah presepsi tersebut agar para karywan dapat bekerja sesuai tujuan perusahaan.



Pada hari besar seperti Lebaran karyawan KAI justru tidak libur untuk memberikan pelayanan terbaik selama Lebaran. Saat libur Lebaran karyawan KAI mendapatkan jadwal dinas guna meningkatkan pelayanan selama libur lebaran. Saat berdinas pada libur lebaran tahun 2014 bahkan Jonan pernah tidur di kereta ekonomi tujuan Malang-Surabaya pukul 23.00 tanpa fasilitas apapun meskipun ia orang nomor satu di KAI, hal ini merupakan inegritas Jonan terhadap KAI.

MAU MENERIMA KRITIK

Kritik merupakan suatu hal yang wajar ketika suatu keputusan di terapkan dan dilaksakan. Kritik harus disikapi dengan lapang dada dan digunakan sebagai sarana untuk menentukan keputusan yang lebih baik. Jonan memberikan sarana seperti Call Canter KAI 121 24 jam, email, Twitter dengan tujuan untuk menerima kiritik maupun saran bahkan melakukan pemesanan tiket. Tidak tanggung-tanggung Jonan bahkan bersedia menerima kritik, keluhan dan saran melalui email pribadinya langsung.

MEMPERBAGUS SIKAP KARYAWAN

Hal ini dilakukan Jonan untuk memperbagus layanan kepada konsumen adalah dengan memotivasi karyawan memperbaiki sikap. Karyawan dituntut lebih ramah dalam memberikan pelayanan. Selain itu, setiap karyawan dilarang merokok di area tertentu. Larangan ini sangat mendukung pola hidup sehat pelanggan terutama pelanggan yangtidak merokok. Larangan merokok juga untuk menjaga keamanan di kawasan stasiun dan kereta. Rokok meskipun dianggap masalah sepele bisa menyebabkan masalah besar seperti kebakaran.

Biaya yang dikeluarkan tentu tidak sedikit untuk memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen. Dengan berbenah dalam hal pelayanan Jonan tidak mengejar sebuah penghargaan apapun melainkan Jonan memberikan pelayanan terbaik dengan tujuan agar rakyat dengan kantong pas-pasan sekalipun dapat dilayani dengan sebaik-baiknya. Misal, merevitalisasi semua rangkaian kereta ekonomi dengan memesang pendingin ruangan atau AC (Air Conditioner).

FOKUS DAN KONSISTEN

Tak boleh ada toleransi dan harus konsisten saat kita memutuskan kebijakan di perusahaan pelayanan umum” (Ignasius Jonan)

Salah satu kunci Jonan menjadi seorang pemimpin adalah selalu berusaha fokus dan konsisten. Ketika pertama masuk di KAI, Jonan menentukan serentetan masalah seperti kualitas jalan rel, persinyalan, lokomotif dan stasiun yang kumuh, rendahnya disiplin pegawai, SDM yangtidak berorientasi melayani pengguna jasa, remunerasi pegawai yang rendah dan rawan penyimpangan, pendapatan yang menurun dan membuat perusahaan menanggung kerugian selama bertahun-tahun serta tidak adanya polakepemimpinan yang kuat dan memiliki visi yang jelas untuk saat itu dan masa depan.

Dari berbagai masalah tersebut Jonan menarik kesimpulan bahwa ada dua hal pokok yang harus dilakukannya selama memimpin yaitu membanahi mental karyawan dan menegakkan GCG dalam perusahaan yang di pimpinnya. Keudian Jonan menjabarkan targetnya tersebut secara terperinci. Selama di KAI Jona fokus dan konsisten melakukan usaha yang mengacu kepada target tersebut.

Peningkatan kualitas pelayanan, keselamatan, kenyamanan, kenyamanan dan tepat waktu, keempat prioritas di atas merupakan point utama Jonan dalam pembenahan KAI. KAI menyadari sepenuhnya pilihan prioritas ini bukan sesuatu yang mudah diwujudkan. Ambil contoh aspek pelayanan. Aspek mendasar dari service company itu sudah terlalu lama diabaikan. Carut marut sudsah identik dengan kereta api, sehingga banyak kalangan apatis dan menilai kereta api tidak mungkin bisa berubah.

Meskipun demikian, perbaikan layanan tetap dilakukan hingga sekarang banyaj yang mengalami perubahan. Dengan slogan kerja fokus dan konsisten KAI bisa melakukan apa yang sebelumnya disangsikan oleh banyak orang. KAI terus berupaya merealisasikan target dengan baik. Namun, terkadang untuk mewujudkan target, Jonan menghadapi banyak tantangan. Walaupun begitu, Jonan konstan dalam mempertahankan dan bekerja sesuai program. lambat laun tapi pasti, keputusan Jonan yang tetap konstan menjalani programnya mulai menampakkan hasil.

MENDUKUNG KEADILAN

Keadilan yang dimaksud adalah pemerataan pembangunan. Dengan membenahi perkereta apian di Indonesia disisi lain juga membantu negara dalam memperlancar perekonomian karena daya angkut kereta api yang besar, juga dapat membantu dalam pemerataan pembangunan. Jonan juga mengaktifkan beberapa relasi jalur kerata api yang sebelumnya vakum dari aktifitas seperti jalur kereta api relasi Bogor-Sukabumi, Nambo-Duri, Solo-Wonogiri.

Tidak hanya adil dalam pemerataan pembangunan, Jonan juga menerapkan keadilan dalam memberikan penghargaan dan sanksi bagi aggotanya. Sejak Jonan memimpin, Jonan secara perlahan tapi pasti menghilangkan berbagai politik kantor yang menguntungkan pihak tertentu.  

Jonan menekankan pentingnya bekerja secara profesional. Jonan kemudian mengukur dan menilai seseorang berdasarkan prestasi dan kinerja mereka. Tak hanya itu, Jonan memperlakukan semua karyawan dengan cara yang sama, tidak membeda-bedakan meskipun tingkat jabatan dan pekerjaan mereka berbeda. Beberapa cara Jonan menegakan keadilan kepada karyawan yaitu :

Pertama, memberikan gaji sesuai dengan berat atau tidaknya pekerjaan meraka. Komandan yng bekerja dilapangan gajinya dilebihkan dibanding komandan yang bekerja dikantor. Jonan menetapkan merit system dalam beberapa aspek. Dalam menerima atau merekrut karyawan, berdasarkan kepadake mampuan, keahlian dan keterampilan yang dimiliki bukan karena memiliki hubungan dengan orang dalam.

Kebijakan memberi gaji yang oantas ini juga diterapkan Jonan setelah dirinya menjabat sebagai Mentri Perhubungan. Jonan memperjuangkan gaji yang tinggi untuk pegawai yang berprofesi menjaga menara mercusuar di pulau-pulau terpencil. Jonan menemukan bahwa mereka selama ini kurang mendapat perhatian. “Penjaga mercusuar bergaji rendah sekarang harus diubah. Ada yang protes, nggak perlu keahlian masa dapat gaji tinggi. Ya kamu aku taruh di pulau sepi selama 6 bulan untuk melamun. Mau? Ini pekerjaan yang nilai hardship tinggi,” kata Jonan.

Masih sejalan dengan merit system, dalam penggajian diterapkan merit pay merit pay yaitu dimana seorang karyawan menerima gaji sesuai dengan jasa/kinerjanya. Penerapan konsep ini dirasa lebih adil. Seseornag yang kinerjanya baik dan prestasinya lebih banyaj akan mendapatkan imbalan yang lebih tinggi. Sementara, karyawan yang malas dan miskin prestasi gajinya juga sedikit.

Kedua, semua karyawan yang berprestasi tidak peduli berapa usia dan berapa lama mengabdi, jika mereka kompeten, mereka layak naik jabatan.

Ketiga, setiap karyawan apapun jenis kerjanya kalau mereka berprestasi diberikan kesempatan untuk menambah pengetahuan melalui studi banding ke luar negeri. Jonan mengirim tak hanya karyawan berposisi sebagai manajer tapi juga penjaga loket untuk mengetahui bagaimana mengelola kereta api lebih baik dengan belajar di negara yang bagus pengelolaan kereta apinya.

Keempat, aturan dan hukuman berlaku untuk semua karyawan. Tidak dibedakan. Jika ada yang kedapatan melanggar peraturan, Jonan tak segan-segan memecatnya. Sistem reward dan punishment secara tidak langsung dimaksudkan untuk mendorong karyawan agar memiliki kinerja dan prestasi yang lebih baik. Jika ada karyawan yang berprestasi diberikan reward berupa penghargaan, hadiah dan imbalan. Keadaan ini selain memotivasi sang penerima hadiah untuk terus berprestasi juga menjadi contoh bagi karyawan lain. Begitu juga sebaliknya, jika ada karyawan yang terbukti melakukan hal-hal yang tidak baik dan bertentangan dengan ketentuan perusahaan akan dijatuhi hukuman. Punishment dimaksudkan untuk memberikan efek jera dan menegakkan hukuman bagi yang melanggar. Dengan memberlakukan reward dan punishment secara seimbang berarti seorang pemimpin sudah memperhatikan keadilan.

Sistem reward dan punishment tidak hanya menunjukkan kepedulian seorang pemimpin pada keadilan diantara karyawan tapi juga memberikan berbagai pengaruh positif untuk perusahaan, pribadi itu sendiri dan karyawan lain. Pelaksanaan sistem tersebut membuat kerja lebih pasti dan jelas menjadikan tolak ukurnya. Target perusahaan juga dimungkinkan segera tercapai dan hasil kerja setiap karyawan akan meningkat karena sistem tersebut secara tidak langsung menjadi pengawasan bagi karyawan.

KESIMPULAN

Seorang pemimpin tidak bisa memaksakan suatu teori maupun tipe kepemimpinan yang digunakan untuk memimpin sutu organisasi. Seorang pemimpin dituntut untuk lebih peka atau respon terhadap kondisi yang sedang terjadi agar dalam pengambilan keputusan dapat tepat sasaran dan berdampak positif bagi pemimpin itu sendiri, karyawan serta organisasi dan mempermudah organisasi dalam mencapai tujuannya.

DAFTAR PUSTAKA

Zelfis Fitria. (2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang Publishing hal 1
Zelfis Fitria. (2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang Publishing hal 7
Zelfis Fitria. (2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang Publishing hal 8
Zelfis Fitria. (2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang Publishing hal 15
Zelfis Fitria. (2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang Publishing hal 20
Zelfis Fitria. (2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang Publishing hal 67-71
Zelfis Fitria. (2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang Publishing hal 102-105
Zelfis Fitria. (2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang Publishing hal 143-144
Zelfis Fitria. (2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang Publishing hal 162
Zelfis Fitria. (2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang Publishing hal 187-189

Youtube. (2015) Ignasisus Jonan Part 1 [online]. Di ambil dari :

Youtube. (2015) Ignasisus Jonan Part 2 [online]. Di ambil dari :  

Youtube. (2015) Ignasisus Jonan Part 3 [online]. Di ambil dari :

Youtube. (2015) Ignasisus Jonan Part 4 [online]. Di ambil dari :

Youtube. (2015) Ignasisus Jonan Part 5 [online]. Di ambil dari :

Youtube. (2015) Three In One Eps. 18 – Komandan Sepur – Bersama Ignasisus Jonan (Part 1) [online]. Di ambil dari :

Youtube. (2015) Three In One Eps. 18 – Komandan Sepur – Bersama Ignasisus Jonan (Part 2) [online]. Di ambil dari :

Youtube. (2015) Three In One Eps. 18 – Komandan Sepur – Bersama Ignasisus Jonan (Part 3) [online]. Di ambil dari :

Youtube. (2015) Three In One Eps. 18 – Komandan Sepur – Bersama Ignasisus Jonan (Part 4) [online]. Di ambil dari :

Youtube. (2015) Three In One Eps. 18 – Komandan Sepur – Bersama Ignasisus Jonan (Part 5) [online]. Di ambil dari :

Ardiprawiro, S.E. (2015) Bab 4 Kepemimpinan. [offline]. Di akses pada 20 Mei 2015

Referensi Gambar 

Kantor Berita Politik RMOL.CO. (2015) Ignasius Jonan: Kami Telah Persiapkan 41 Parkir Pesawat Untuk Delegasi KAA Di Tiga Bandar Udara [online]. Di ambil dari : http://www.rmol.co/read/2015/04/21/199891/Ignasius-Jonan:-Kami-Telah-Persiapkan-41-Parkir-Pesawat-Untuk-Delegasi-KAA-Di-Tiga-Bandar-Udara- [Di akses pada 22 Mei 2015]

News.hargatop.com. (2015) Ignasius Jonan Calon Menteri KAUR Jokowi Sudah 15 Hari Tidur di Kereta [online] Di ambil dari : http://news.hargatop.com/2014/08/04/ignasius-jonan-calon-menteri-kaur-jokowi-sudah-15-hari-tidur-kereta/415018.html [Di akses pada 22 Mei 2015]