DI BALIK SOSOK PEMIMPIN NYENTRIK & KONTROVERSIAL
(BEHIND THE LEADER FIGURE OF ECCENTRIC & CONTROVERSIAL)
PUTTI SATRIAWAN (17113056)
Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi
Universitas Gunadarma
Jl.Margonda Raya No. 100, Depok, Jawa Barat
ABSTRAK
Dalam pelaksanaanya seorang pemimpin tidak bisa menerapkan hanya berfokus pada satu teori kepemimpinan saja. Namun seorang pemimpin pemimpin akan mendapatkan loyalitas dari para pengikutnya apabila dengan karakter tersebutlah dia dapat membawa organisasi tersebut kepada tujuannya. Selain pemimpin haruslah tegas, dapat memberi contoh, mengayomi, melindungi serta masih banyak lagi hal yang harus dimiliki seornag peminpin, dia haruslah peka terhadap setiap situasi dan dapat menyesuaikan diri dalam setiap masalah yang dihadapi dan dapat berpikir cepat dalam mengambil keputusan dan tentunya keputusan yang diambil haruslah dapat menyelesaikan masalah yang terjadi. Namun dalam pelaksanaanya pasti ada pro dan kontra terhadap, untuk itu seorang pemimpin harus mempunyai keberanian dan yakin dengan apa yang dilakukan selama tindakan tersebut berdampak positif. Ada tiga faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan seorang pemimpin yaitu kemempuan personal, jabatan dan faktor situasi dan kondisi.
Kata Kunci : pemimpin, Jonan, teori, profesional
ABSTRAC
In the implementation of a leader can not apply only to focus on only one theory of leadership. But a leader of leaders will gain the loyalty of his followers when the character is exactly he can bring the organization to its objectives. In addition to a leader must be assertive, can give an example, nurturing, protecting and many more things to be owned seornag leading people, he must be sensitive to any situation and can adapt to any problems encountered and can think quick in taking decisions and of course the decision taken must be able to resolve problems that occur. However, the implementation must be pros and cons of, for that a leader must have the courage and unsure of what to do during these actions had a positive impact. There are three factors that can affect the success of a leader is kemempuan personal, office and factors circumstances.
Keywords: leader, Jonan, theory, professional
PENDAHULUAN
Teori dan
Arti Penting Kepemimpinan
Kepemimpinan
adalah kemampuan yang sanggup meyakinkan orang lain supaya bekerjasama dibawah
pimpinannya sebagai suatu tim untuk mencapai tujuan tertentu. Cara alamiah
mempelajari kepemimpinan adalah ‘melakukannya dalam kerja’ dengan praktik
seperti pemagangan pada seorang seniman ahli, pengrajin, atau praktisi. Dalam
hubungan ini sang akhil diharapkan sebagai bagian dari perannya memberikan
pengajaran/intruksi.
Kebanyakan
orang masih cenderung mengatakan bahwa pemimpin yang efektif mempunyai sifat
atau ciri-ciri tertentu yang sangat penting misalnya karisma, pandangan ke
depan, daya persuasi, dan intensitas. Dan memang, apabila kita berpikir tentang
pemimpin yang heroik seperti Napoleon, Washington, Lincoln, Churcill, Sukarno,
Jenderal Sudirman, dan sebagainya kita harus mengakui bahwa sifat-sifat seperti
itu melekat pada diri mereka dan telah mereka manfaatkan untuk mencapai tujuan
yang mereka inginkan.
Teori
kepemimpinan dalam organisasi telah berevolusi dari waktu ke waktu ke dalam
berbagai jenis dan merupakan dasar terbentuknya suatu kepemimpinan. Setiap
teori menyediakan gaya yang efektif dalam organisasi. Banyak penelitian
manajemen telah menemukan solusi kepemimpinan yang sempurna. Hal ini
menganalisis sebagian besar teori terkemuka dan mengeksplorasinya. Dalam teori
kepemimpinan, ada beberapa macam teori di antaranya:
1. Great Man Theory
Teori ini
mengatakan bahwa pemimpin besar (great leader) dilahirkan, bukan dibuat
(leader are born, not made). Dilandasi oleh keyakinan bahwa pemimpin
merupakan orang yang memiliki sifat-sifat luar biasa dan dilahirkan dengan
kualitas istimewa yang dibawa sejak lahir dan ditakdirkan menjadi seorang
pemimpin di berbagai macam organisasi. Orang yang memiliki kualitas dapat
dikatakan orang yang sukses dan disegani oleh bawahannya serta menjadi pemimpin
besar. Senada dengan hal tersebut, Kartini Kartono dalam bukunya membagi
definisi teori ini dalam dua poin, yaitu seorang pemimpin itu tidak dibuat,
akan tetapi terlahir menjadi pemimpin oleh bakat-bakat alami yang luar biasa
sejak lahirnya dan yang kedua dia ditakdirkan lahir menjadi seorang pemimpin
dalam situasi kondisi yang bagaimanapun juga. James (1980), menyatakan bahwa
setiap jaman memiliki pemimpin besar. Perubahan sosial terjadi karena para
pemimpin besar memulai dan memimpin perubahan serta menghalangi orang lain yang
berusaha membawa masyarakat ke arah yang berlawanan.
Teori
kepemimpinan ini dikembangkan dari penelitian awal yang mencakup studi pemimpin
besar. Para pemimpin berasal dari kelas yang istimewa dan memegang gelar
turun-temurun. Sangat sedikit orang dari kelas bawah memiliki kesempatan untuk
menjadi seorang pemimpin. Teori great man didasarkan pada gagasan bahwa
setiap kali ada kebutuhan kepemimpinan, maka muncullah seorang manusia yang
luar biasa dan memecahkan masalah. Ketika teori great man diusulkan,
sebagian besar pemimpin adalah orang laki-laki dan hal itu tidak bisa ditawar.
Bahkan para peneliti adalah orang laki-laki juga, yang menjadi alasan untuk
nama teori tersebut “great man”. Konsep kepemimpinan pada teori ini yang
disebut orang besar adalah atribut tertentu yang melekat pada diri pemimpin
atau sifat personal, yang membedakan antara pemimpin dan pengikutnya.
2. Teori Sifat
Teori
sifat kepemimpinan membedakan pada pemimpin dari mereka yang bukan pemimpin
dengan cara berfokus pada berbagai sifat dan karakteristik pribadi
masing-masing. Pada teori ini bertolak dari dasar pemikiran bahwa keberhasilan
seorang pemimpin ditentukan oleh sifat-sifat atau ciri-ciri yang dimilikinya.
Atas dasar pemikiran tersebut, timbul anggapan bahwa untuk menjadi seorang
pemimpin yang berhasil sangat ditentukan oleh kemampuan pribadi pemimpin.
Kemampuan pribadi yang dimaksud adalah kualitas seseorang dengan berbagai sifat
atau ciri-ciri di dalam dirinya. Dalam mencari ciri-ciri kepemimpinan yang
dapat diukur, para peneliti menggunakan dua pendekatan yaitu mereka berusaha
membandingkan ciri-ciri dari dua orang yang muncul sebagai pemimpin dengan
ciri-ciri yang tidak demikian dan mereka membandingkan ciri pemimpin yang
efektif dengan ciri-ciri pemimpin yang tidak efektif. Akan tetapi studi tentang
ciri-ciri ini mengalami kegagalan untuk mengungkap secara jelas dan konsisten
yang membedakan pemimpin dan pengikut. Hasil penelitian ini dikemukakan oleh
Cecil A. Gibb (1969) bahwa pemimpin satu kelompok diketahui agak lebih tinggi,
lebih cemerlang, lebih terbuka, dan lebih percaya diri daripada yang bukan
pemimpin. Tetapi banyak orang yang memiliki ciri-ciri ini dan kebanyakan dari
mereka tidak pernah menjadi pemimpin. Salah satu temuannya, orang yang terlalu
cerdas dibanding dengan anggota dalam kelompok tidak muncul atau tidak menjadi
seorang pemimpin, barangkali orang ini berbeda terlalu jauh dengan kelompoknya.
Pada teori ini mengasumsikan bahwa manusia yang mewarisi sifat-sifat tertentu
dan sifat-sifat yang membuat mereka lebih cocok untuk menjalankan fungsi
kepemimpinan. Selain itu juga, menempatkan sejumlah sifat atau kualitas yang
dikaitkan dengan keberadaan pemimpin yang memungkinkan pekerjaan atau tugas
kepemimpinannya akan menjadi sukses ataupun efektif di mata orang lain. Seorang
pemimpin akan sukses atau efektif apabila dia memiliki sifat-sifat seperti berani
bersaing, percaya diri, bersedia berperan sebagai pelayan orang lain, loyalitas
tinggi, intelegensi tinggi, hubungan interpersonal baik, dan lain sebagainya.
Menurut Judith R. Gordon menyatakan bahwa seorang pemimpin harus memiliki
karakter, seperti kemampuan intelektual, kematangan pribadi, pendidikan, status
sosial ekonomi, human relations, motivasi intrinsik dan dorongan untuk
maju (achievement drive). Sedangkan menurut Sondang P. Siagian (1994),
bahwa seorang pemimpin itu harus memiliki ciri-ciri ideal di antaranya:
a. Pengetahuan umum yang
luas, daya ingat yang kuat, rasionalitas, obyektivitas, pragmatisme, fleksibilitas, adaptabilitas, dan orientasi
masa depan.
b. Sifat inkuisitif, rasa
tepat waktu, rasa kohesi yang tinggi, naluri relevansi, keteladanan, ketegasan, keberanian, sikap yang
antisipatif, kesediaan menjadi pendengar yang baik, kapasitas integratif.
c.
Kemampuan untuk bertumbuh dan berkembang, analitik, menentukan skala prioritas,
membedakan yang penting dan yang tidak penting, keterampilan mendidik dan
berkomunikasi secara efektif.
Menurut
Ronggowarsito, menjelaskan bahwa seorang pemimpin harus memiliki Hastabrata,
yaitu delapan sifat unggul seorang pemimpin yang dikaitkan dengan sifat-sifat
alam di antaranya:
a.
Bagaikan surya. Menerangi
dunia, memberi kehidupan, menjadi penerang, pembuat senang, arif, jujur, adil,
dan rajin bekerja sehingga negara aman sentosa.
b.
Bagaikan candra atau rembulan. Memberikan
cahaya penerangan keteduhan pada hati yang tengah dalam kesulitan, bersifat
melindungi sehingga setiap orang dapat tekun menjalankan tugasnya masing-masing
dan memberi ketenangan.
c.
Bagaikan kartika atau bintang. Menjadi
pusat pandangan sebagai sumber kesusilaan, menjadi kiblat ketauladanan dan
menjadi sumber pedoman.
d.
Bagaikan meja atau awan. Menciptakan
kewibawaan, mengayomi meneduhi sehingga semua tindakan menimbulkan ketaatan.
e.
Bagaikan bumi. Teguh,
kokoh pendiriannya dan bersahaja dalam ucapannya.
f.
Bagaikan samudra. Luas
pandangan, lebar dadanya, dan dapat membuat rakyat seiya sekata.
g.
Bagaikan hagni atau api. Adil,
menghukum tanpa memandang bulu, yang salah menjalankan hukuman dan yang baik
mendapat pahala.
h.
Bagaikan bayu atau angin. Adil,
jujur, terbuka dan tidak ragu-ragu.
Dari
penjelasan di atas, bahwa karakter istimewa yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpin mencakup karakter bawaan dan karakter yang diperoleh kemudian
dikembangkan pada kemudian. Adapun kelemahan dari seorang pemimpin pada teori
sifat di antaranya:
a. Terlampau banyak
sifat-sifat yang harus dimiliki seorang pemimpin
b. Mengabaikan unsur follower
dan situasi serta pengaruhnya terhadap efektivitas pemimpin
c. Tidak semua ciri cocok
untuk segala situasi
d.
Terlampau banyak memusatkan pada sifat-sifat kepemimpinan dan mengabaikan apa
yang sebenarnya dilakukan oleh pemimpin.
Untuk
menyukseskan pelaksanaan tugas para pemimpin belakangan ini telah banyak
dilakukan penelitian oleh para ahli dengan harapan dapat ditemukan model
kepemimpinan yang baik atau efektif. Namun kesimpulan dari hasil studi,
ternyata tidak ada satu model tunggal yang memenuhi harapan. Dalam kaitannya
dengan ciri-ciri pemimpin, J. Slikboer menyatakan bahwa setiap pemimpin
hendaknya memiliki tiga sifat, yaitu sifat dalam bidang intelektual, berkaitan
dengan watak, dan berhubungan dengan tugasnya sebagai pemimpin. Ciri-ciri lain
yang berbeda dikemukakan oleh Ruslan Abdulgani (1958) bahwa soerang pemimpin
harus mempunyai kelebihan dalam hal menggunakan pikiran, rohani dan jasmani.
3. Teori
Perilaku
Teori
perilaku disebut juga dengan teori sosial dan merupakan sanggahan terhadap
teori great man. Pemimpin itu harus disiapkan, dididik dan dibentuk
tidak dilahirkan begitu saja (leaders are made, not born). Setiap orang
bisa menjadi pemimpin, melalui usaha penyiapan dan pendidikan serta dorongan
oleh kemauan sendiri. Teori ini tidak menekankan pada sifat-sifat atau kualitas
yang harus dimiliki seorang pemimpin tetapi memusatkan pada bagaimana cara
aktual pemimpin berperilaku dalam mempengaruhi orang lain dan hal ini
dipengaruhi oleh gaya kepemimpinan masing-masing. Dasar pemikiran pada teori
ini adalah kepemimpinan merupakan perilaku seorang individu ketika melakukan
kegiatan pengarahan suatu kelompok ke arah pencapaian tujuan. Teori ini memandang
bahwa kepemimpinan dapat dipelajari dari pola tingkah laku, dan bukan dari
sifat-sifat (traits) seorang pemimpin. Alasannya sifat seseorang relatif
sukar untuk diidentifikasikan.
Beberapa
pandangan para ahli, antara lain James Owen (1973) berkeyakinan bahwa perilaku
dapat dipelajari. Hal ini berarti bahwa orang yang dilatih dalam perilaku
kepemimpinan yang tepat akan dapat memimpin secara efektif. Namun demikian
hasil penelitian telah membuktikan bahwa perilaku kepemimpinan yang cocok dalam
satu situasi belum tentu sesuai dengan situasi yang lain. Akan tetapi, perilaku
kepemimpinan ini keefektifannya bergantung pada banyak variabel. Robert F.
Bales (Stoner, 1986) mengemukakan hasil penelitian, bahwa kebanyakan kelompok
yang efektif mempunyai bentuk kepemimpinan terbagi (shared leadership),
seumpama satu orang menjalankan fungsi tugas dan anggota lainnya melaksanakan
fungsi sosial. Pembagian fungsi ini karena perhatian seseorang akan terfokus
pada satu peran dan mengorbankan peran lainnya.
Dalam
hal ini, pemimpin mempunyai deskripsi perilaku:
a.
Konsiderasi dan struktur inisiasi
Perilaku
seorang pemimpin yang cenderung mementingkan bawahan memiliki ciri-ciri ramah
tamah, mau berkonsultasi, mendukung, membela, mendengarkan, menerima usul dan
memikirkan kesejahteraan bawahan serta memperlakukannya setingkat dirinya.
Disamping itu, terdapat kecenderungan perilaku pemimpin yang lebih mementingkan
tugas orientasi.
b.
Berorientasi kepada bawahan dan produksi
Perilaku
pemimpin yang berorientasi yang berorientasi kepada bawahannya ditandai oleh
penekanan pada hubungan atasan-bawahan, perhatian pribadi pemimpin pada
pemuasan kebutuhan bawahan serta menerima perbedaan kepribadian, kemampuan dan
perilaku bawahan. Sedangkan perilaku pemimpin yang berorientasi pada produksi
memiliki kecenderungan penekanan pada segi teknis pekerjaan, pengutamaan
penyelenggaraan dan penyelesaian tugas serta pencapaian tujuan.
Pada
sisi lain, perilaku pemimpin menurut model leadership continuum pada
dasarnya ada dua yaitu berorientasi kepada pemimpin dan bawahannya. Sedangkan
berdasarkan model grafik kepemimpinan, perilaku setiap seorang pemimpin dapat
diukur melalui dua dimensi yaitu perhatiannya terhadap hasil atau tugas dan
terhadap bawahan atau hubungan kerja. Stoner (1978) mengungkapkan bahwa
kecenderungan perilaku pemimpin pada hakikatnya tidak dapat dilepaskan dari
masalah fungsi dan gaya kepemimpinan. Selain itu, pada teori ini seorang
pemimpin yang baik adalah bagaimana seorang pemimpin memiliki perhatian yang
tinggi terhadap bawahan dan terhadap hasil yang tinggi juga.
Bagaimana
seorang pemimpin berperilaku akan dipengaruhi oleh latar belakang pengetahuan,
nilai-nilai, dan pengalaman mereka (kekuatan pada diri pemimpin). Sebagai
contoh, pimpinan yang yakin bahwa kebutuhan perorangan harus dinomorduakan
daripada kebutuhan organisasi, mungkin akan mengambil peran yang sangat
direktif (peran perintah) dalam kegiatan para bawahannya. Demikian pula seorang
bawahan perlu dipertimbangkan sebelum pimpinan memilih gaya yang cocok atau
sesuai.
4. Teori
Kepemimpinan Situasional
Teori
kepemimpinan situasional adalah suatu pendekatan terhadap kepemimpinan yang
menganjurkan pemimpin untuk memahami perilaku bawahan, dan situasi sebelum
menggunakan perilaku kepemimpinan tertentu. Pendekatan ini menghendaki pemimpin
untuk memiliki kemampuan diagnosa dalam hubungan antara manusia (Monica, 1998).
Teori ini muncul sebagai reaksi terhadap teori perilaku yang menempatkan
perilaku pemimpin dalam dua kategori yaitu otokratis dan demokratis. Dalam
teori ini dijelaskan bahwa seorang pemimpin memilih tindakan terbaik
berdasarkan variabel situasional. Menurut pandangan perilaku, dengan mengkaji
kepemimpinan dari beberapa variabel yang mempengaruhi perilaku akan memudahkan
menentukan gaya kepemimpinan yang paling cocok. Teori ini menitikberatkan pada
berbagai gaya kepemimpinan yang paling efektif diterapkan dalam situasi
tertentu. Keefektifan kepemimpinan tidak tergantung pada gaya tertentu terhadap
suatu situasi, tetapi tergantung pada ketepatan pemimpin berperilaku sesuai
dengan situasinya.
Seorang
pemimpin yang efektif dalam teori ini harus bisa memahami dinamika situasi dan
menyesuaikan kemampuannya dengan dinamika situasi yang ada. Penyesuaian gaya
kepemimpinan yang dimaksud adalah kemampuan menentukan ciri kepemimpinan dan
perilaku karena tuntunan situasi tertentu. Dengan demikian berkembanglah
berbagai macam model-model kepemimpinan di antaranya:
a.
Model Kontinuum Otokratik-Demokratik
Gaya
dan perilaku kepemimpinan tertentu selain berhubungan dengan situasi dan
kondisi yang dihadapi, juga berkaitan dengan fungsi kepemimpinan yang harus
diselenggarakan. Sebagai contoh, dalam hal pengambilan keputusan, pemimpin
bergaya otokratik akan mengambil keputusan sendiri. Ciri kepemimpinan yang menonjol
ketegasan disertai perilaku yang berorientasi pada penyelesaian tugas.
Sedangkan pemimpin bergaya demokratik akan mengajak bawahannya untuk
berpartisipasi. Ciri kepemimpinan yang menonjol di sini adalah menjadi
pendengar yang baik disertai perilaku memberikan perhatian pada kepentingan dan
kebutuhan bawahan.
b.
Model Interaksi Atasan-Bawahan
Menurut
model ini, efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada interaksi yang
terjadi antara pemimpin dan bawahannya dan sejauh mana interaksi tersebut
mempengaruhi perilaku
pemimpin
yang bersangkutan. Seorang akan menjadi pemimpin yang efektif apabila:
1. Hubungan atasan dan
bawahan dikategorikan baik.
2. Tugas yang harus
dikerjakan bawahan disusun pada tingkat struktur yang tinggi.
3.
Posisi kewenangan pemimpin tergolong kuat.
c.
Model Situasional
Model
ini menekankan bahwa efektivitas kepemimpinan seseorang tergantung pada
pemilihan gaya kepemimpinan yang tepat untuk menghadapi situasi tertentu dan
tingkat kematangan jiwa bawahan. Dimensi kepemimpinan yang digunakan dalam
metode ini adalah perilaku pemimpin yang berkaitan dengan tugas kepemimpinannya
dan hubungan atasan-bawahan. Berdasarkan dimensi tersebut, gaya kepemimpinan
yang dapat digunakan adalah:
1. Memberitahukan;
2. Menjual;
3. Mengajak bawahan
berperan, serta
4.
Melakukan pendelegasian.
d.
Model Jalan-Tujuan
Seorang
pemimpin yang efektif menurut model ini adalah pemimpin yang mampu menunjukkan
jalan yang dapat ditempuh bawahan. Salah satu mekanisme untuk mewujudkan hal
tersebut yaitu kejelasan tugas yang harus dilakukan bawahan dan perhatian
pemimpin kepada kepentingan dan kebtuuhan bawahannya. Perilaku pemimpin
berkaitan dengan hal tersebut harus merupakan faktor motivasional bagi
bawahannya.
e.
Model Pimpinan-Peran serta Bawahan
Perhatian
utama model ini adalah perilaku pemimpin dikaitkan dengan proses pengambilan
keputusan. Perilaku pemimpin perlu disesuaikan dengan struktur tugas yang harus
diselesaikan oleh bawahannya. Salah satu syarat penting untuk paradigma
tersebut adalah adanya serangkaian ketentuan yang harus ditaati oleh bawahan
dalam menentukan bentuk dan tingkat peran serta bawahan dalam pengambilan
keputusan. Bentuk dan tingkat peran serta bawahan tersebut “didiktekan” oleh
situasi yang dihadapi dan masalah yang ingin dipecahkan melalui proses
pengambilan keputusan.
Pada
teori situasional ini terdapat empat dimensi situasi yang di mana secara
dinamis akan memberikan pengaruh terhadap efektifitas kepemimpinan seseorang:
a.
Kemampuan Manajerial
Kemampuan
ini merupakan faktor terpenting yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan
seseorang. Kemampuan manajerial meliputi kemampuan teknikal, kemampuan sosial,
pengalaman, motivasi dan penilaian terhadap “reward” yang disediakan
oleh perusahaan.
b.
Karakteristik Pekerjaan
Merupakan
unsur kedua terpenting yang mempengaruhi efektivitas kepemimpinan. Pekerjaan
yang penuh tantangan akan membuat seseorang lebih bersemangat untuk berprestasi
dibanding pekerjaan rutin yang membosankan. Juga pada tingkat kerja dengan
kelompok yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan akan sangat mempengaruhi
efektivitas seorang pemimpin.
c.
Karakteristik Organisasi
Budaya
korporat, kebijakan, dan birokrasi bisa membatasi gaya kepemimpinan seorang
manajer. Juga bila di dalam suatu organisasi banyak terdapat profesional dan
kelompok ahli. Maka gaya kepemimpinan yang efektif tentu berbeda dengan
organisasi perusahaan yang terdiri dari para pekerja kasar.
d.
Karakteristik Pekerja
Dalam
karakteristik pekerja meliputi karakteristik kepribadian, kebutuhan, pengalaman
dari para pegawai akan mempengaruhi efektivitas kepemimpinan manajer.
Keberhasilan
seorang pemimpin menurut teori situasional ditentukan oleh ciri kepemimpinan
dengan perilaku yang disesuaikan dengan tuntutan situasi kepemimpinan dan
situasi organisasional yang dihadapi dengan memperhitungkan faktor waktu dan
ruang. Faktor situasional yang berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan tertentu
menurut Sondang P. Siagian (1994:129) adalah jenis pekerjaan dan kompleksitas
tugas, bentuk dan sifat teknologi yang digunakan, persepsi, sikap dan gaya
kepemimpinan, norma yang dianut kelompok, rentang kendali, ancaman dari luar
organisasi, tingkat stress, dan iklim yang terdapat dalam organisasi.
5. Teori
Kepemimpinan Karismatik
Dalam
teori ini para pengikut memiliki keyakinan bahwa pemimpin mereka diakui
memiliki kemampuan yang luar biasa. Kemampuan mempengaruhi pengikut bukan
berdasarkan pada tradisi atau otoritas formal tetapi lebih pada persepsi
pengikut bahwa pemimpin diberkati dengan bakat supranatural dan kekuatan yang
luar biasa. Di mana kemampuan yang luar biasa tersebut hanya dimiliki oleh
orang-orang tertentu dan tidak semua orang memilikinya. Seorang pemimpin
dianggap orang yang lebih tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari. Karisma
berasal dari bahasa Yunani yang memiliki arti “berkat yang terinspirasi secara
agung” atau ”pemberian tuhan”. Seperti kemampuan melakukan keajaiban atau
memprediksikan peristiwa masa depan. Para pemimpin akan lebih dipandang sebagai
karismatik jika mereka membuat pengorbanan diri, mengambil resiko pribadi dan
mendatangkan biaya tinggi untuk mencapai visi yang mereka dukung. Kepercayaan
terlihat menjadi komponen penting dari karismatik dan pengikut akan lebih
mempercayai pemimpin yang kelihatan tidak terlalu termotivasi oleh kepentingan
pribadi daripada oleh perhatian terhadap pengikut. Yang paling mengesankan
adalah seorang pemimpin yang benar-benar mengambil resiko kerugian pribadi yang
cukup besar dalam hal status, uang posisi kepemimpinan atau keanggotaan dalam
organisasi. Menurut Weber (1947), karismatik terjadi saat terdapat sebuah
krisis sosial, seorang pemimpin muncul dengan sebuah solusi untuk krisis itu,
pemimpin menarik pengikut yang percaya pada visi itu. Mereka mengalami beberapa
keberhasilan yang membuat visi tersebut dapat terlihat, dapat dicapai dan para
pengikut dapat mempercayai bahwa pemimpin itu sebagai orang yang luar biasa.
Konsep
karismatik menurut Weber (1947), konsep yang lebih ditekankan kepada kemampuan
pemimpin yang memiliki kekuatan luar biasa dan mistis. Menurutnya, ada lima
faktor yang muncul bersamaan dengan kekuasaan yang karismatik yaitu:
a. Adanya seseorang yang
memiliki bakat luar biasa;
b. Adanya krisis sosial;
c. Adanya sejumlah ide yang
radikal untuk memecahkan krisis tersebut;
d. Adanya sejumlah pengikut
yang percaya bahwa seseorang itu memiliki kemampuan luar biasa yang bersifat
transendental dan supranatural, serta
e.
Adanya bukti yang berulang bahwa apa yang dilakukan itu mengalami kesuksesan.
House
(1977), berpendapat bahwa seorang pemimpin karismatik mempunyai dampak yang
dalam dan tidak biasa terhadap para pengikut. Mereka menerima pemimpin tersebut
tanpa mempertanyakannya lagi, mereka tunduk kepada pemimpin dengan senang hati,
merasa disayang terhadap pemimpin tersebut, mereka terlibat secara emosional
dalam misi kelompok atau organisasi tersebut, percaya bahwa mereka dapat
memberi kontribusi terhadap keberhasilan dan mereka mempunyai tujuan-tujuan
kinerja tinggi. Karismatik negatif memiliki orientasi kekuasaan secara pribadi:
a. Mereka menekankan
identifikasi pribadi daripada internalisasi.
b. Mereka lebih menanamkan
kesetiaan kepada diri mereka sendiri daripada idealisme.
c. Mereka dapat menggunakan
daya tarik ideologis, tetapi hanya sebagai cara untuk
memperoleh kekuasaan,
kemudian diabaikan atau diubah secara sembarangan sesuai dengan sasaran pribadi
pemimpin itu.
d. Mereka berusaha untuk
mendominasi dan menaklukkan pengikut dengan membuat mereka tetap lemah dan
bergantung pada pemimpin.
e. Otoritas untuk membuat
keputusan penting dipusatkan pada pemimpin, penghargaan dan hukuman digunakan
untuk memelihara sebuah citra pemimpin yang tidak dapat berbuat kesalahan atau
untuk membesar-besarkan ancaman eksternal kepada organisasi.
f.
Keputusan dari para pemimpin ini mencermnkan perhatian yang lebih besar akan
pemujaan diri dan memelihara kekuasaan daripada bagi kesejahteraan pengikut.
Karismatik
positif memiliki orientasi kekuasaan sosial:
a. Para pemimpin ini
menekankan internalisasi dari nilai-nilai bukannya identifikasi pribadi;
b. Mereka tidak berusaha
untuk menanamkan kesetiaan kepada diri mereka sendiri, tetapi lebih pada
ideologi;
c. Otoritas didelegasikan
hingga batas yang cukup besar, informasi dibagikan secara terbuka, didorongnya
partisipasi dalam keputusan;
d. Penghargaan digunakan
untuk menguatkan perilaku yang konsisten dengan misi dan sasaran dari
organisasi, serta
e.
Hasilnya adalah kepemimpinan mereka akan makin menguntungkan bagi pengikut.
Beberapa
teori-teori membahas mengenai bagaimana karisma seorang pemimpin mempengaruhi
bawahannya. Telah dibahas bahwa seorang bawahan begitu kuat terpengaruh oleh
karisma pimpinannya dalam menyelesaikan sebuah misi. Terdapat beberapa hal yang
mempengaruhi proses pengaruh karismatik seorang pemimpin yaitu:
a.
Identifikasi Pribadi (Personal Identification)
Identifikasi
pribadi merupakan sebuah proses mempengaruhi yang terjadi pada beberapa orang
pengikut namun tidak pada yang lainnya. Proses ini paling banyak terjadi pada
para pengikut yang mempunyai rasa harga diri rendah, identitas diri rendah, dan
kebutuhan yang tinggi untuk menggantungkan diri kepada tokoh-tokoh yang
berkuasa.
b.
Identifikasi Sosial (Social Identification)
Identifikasi
sosial merupakan sebuah proses mempengaruhi yang menyangkut definisi diri
sendiri dalam hubungannya dengan sebuah kelompok atau kolektivitas. Para
pemimpin karismatik meningkatkan identifikasi sosial dengan membuat hubungan
antara konsep diri sendiri, para pengikut individual dan nilai-nilai yang
dirasakan bersama serta identitas-identitas kelompok. Seorang pemimpin
karismatik dapat meningkatkan identifikasi sosial dengan memberi kepada
kelompok sebuah identitas yang unik, yang membedakan kelompok tersebut dengan
kelompok yang lainnya.
c.
Internalisasi (Internalization)
Para
pemimpin karismatik mempengaruhi para pengikut untuk merangkul nilai-nilai
baru, namun lebih umum bagi para pemimpin karismatik untuk meningkatkan
kepentingan nilai-nilai yang ada sekarang pada para pengikut dan dengan
menghubungkannya dengan sasaran-sasaran tugas. Para pemimpin karismatik juga
menekankan aspek-aspek simbolis dan ekspresif pekerjaan itu, yaitu membuat
pekerjaan tersebut menjadi lebih berarti, mulia, heroik dan secara moral benar.
Para pemimpin karismatik itu juga tidak menekankan pada imbalan-imbalan
ekstrinsik dalam rangka mendorong para pengikut untuk memfokuskan diri kepada
imbalan-imbalan instrinsik dan meningkatkan komitmen mereka kepada
sasaran-sasaran objektif.
d.
Kemampuan diri sendiri (Self-efficacy)
Efikasi
diri sendiri merupakan suatu keyakinan bahwa individu tersebut mampu dan
kompeten untuk mencapai sasaran tugas yang sukar. Efikasi diri kolektif
menunjuk kepada persepsi para anggota kelompok jika mereka bersama-sama dan
mereka menghasilkan hal-hal yang luar biasa. Para pemimpin karismatik
meningkatkan harapan diri para pengikut bahwa usaha-usaha kolektif dan
individual mereka untuk melaksanakan misi kolektif akan berhasil.
Tipologi
Kepemimpinan
Tipologi
kepemimpinan disusun dengan titik tolak interaksi personal yang ada dalam
kelompok . Tipe-tipe pemimpin dalam tipologi ini dapat dikelompokkan dalam
kelompok tipe berdasarkan jenis-jenisnya antara lain:
a.
Tipe Otokratis
Seorang
pemimpin yang otokratis ialah pemimpin yang memiliki kriteria atau ciri seperti
menganggap organisasi sebagai pemilik pribadi, mengidentikkan tujuan pribadi
dengan tujuan organisasi, menganggap bawahan sebagai alat semata-mata, tidak
mau menerima kritik, saran dan pendapat, terlalu tergantung kepada kekuasaan
formalnya, dalam tindakan penggerakannya sering mempergunakan pendekatan yang
mengandung unsur paksaan dan bersifat menghukum.
b.
Tipe Militeristis
Perlu
diperhatikan terlebih dahulu bahwa yang dimaksud dari seorang pemimpin tipe
militerisme berbeda dengan seorang pemimpin organisasi militer. Seorang
pemimpin yang bertipe militeristis ialah seorang pemimpin yang memiliki
sifat-sifat berikut yaitu dalam sistem perintah dalam menggerakkan bawahan
lebih sering dipergunakan, senang bergantung kepada pangkat dan jabatannya
dalam menggerakkan bawahan, senang pada formalitas yang berlebih-lebihan,
menuntut disiplin yang tinggi dan kaku dari bawahan, sukar menerima kritikan
dari bawahannya, serta menggemari upacara-upacara untuk berbagai keadaan.
c.
Tipe Paternalistis
Seorang
pemimpin yang tergolong sebagai pemimpin yang paternalistis ialah seorang yang
memiliki ciri sebagai berikut yaitu menganggap bawahannya sebagai manusia yang
tidak dewasa, bersikap terlalu melindungi (over-protective), jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil keputusan, jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengambil inisiatif, jarang
memberikan kesempatan kepada bawahannya untuk mengembangkan daya kreasi dan
fantasinya, dan sering bersikap maha tahu.
d.
Tipe Karismatik
Hingga
sekarang ini para ahli belum berhasil menemukan sebab-sebab mengapa seseorang
pemimpin memiliki karisma. Umumnya diketahui bahwa pemimpin yang demikian
mempunyai daya tarik yang amat besar dan karenanya pada umumnya mempunyai
pengikut yang jumlahnya sangat besar, meskipun para pengikut itu sering pula
tidak dapat menjelaskan mengapa mereka menjadi pengikut pemimpin itu. Karena
kurangnya pengetahuan tentang sebab musabab seseorang menjadi pemimpin yang
karismatik, maka sering hanya dikatakan bahwa pemimpin yang demikian diberkahi
dengan kekuatan gaib (supernatural powers). Kekayaan, umur, kesehatan,
profil tidak dapat dipergunakan sebagai kriteria untuk karisma. Gandhi bukanlah
seorang yang kaya, Iskandar Zulkarnain bukanlah seorang yang fisik sehat, John
F Kennedy adalah seorang pemimpin yang memiliki karisma meskipun umurnya masih
muda pada waktu terpilih menjadi Presiden Amerika Serikat. Mengenai profil,
Gandhi tidak dapat digolongkan sebagai orang yang ‘ganteng’.
e.
Tipe Demokratis
Pengetahuan
tentang kepemimpinan telah membuktikan bahwa tipe pemimpin yang demokratislah
yang paling tepat untuk organisasi modern. Hal ini terjadi karena tipe
kepemimpinan ini memiliki karakteristik sebagai berikut yaitu dalam proses
penggerakan bawahan selalu bertitik tolak dari pendapat bahwa manusia itu
adalah makhluk yang termulia di dunia, selalu berusaha mensinkronisasikan
kepentingan dan tujuan organisasi dengan kepentingan dan tujuan pribadi dari
pada bawahannya, senang menerima saran, pendapat, dan bahkan kritik dari
bawahannya, selalu berusaha mengutamakan kerjasama dan teamwork dalam
usaha mencapai tujuan, ikhlas memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada
bawahannya untuk berbuat kesalahan yang kemudian diperbaiki agar bawahan itu
tidak lagi berbuat kesalahan yang sama, tetapi lebih berani untuk berbuat
kesalahan yang lain, selalu berusaha untuk menjadikan bawahannya lebih sukses
daripadanya, dan berusaha mengembangkan kapasitas diri pribadinya sebagai
pemimpin.
Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kepemimpinan
Dalam
melaksanakan tugas kepemimpinan mempengaruhi orang atau kelompok menuju tujuan
tertentu, kita pemimpin, dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kepemimpinan adalah sebagai berikut:
a.
Faktor Kemampuan Personal
Pengertian
kemampuan personal adalah kombinasi antara potensi sejak pemimpin dilahirkan ke
dunia sebagai manusia dan faktor pendidikan yang ia dapatkan. Jika seseorang
lahir dengan kemampuan dasar kepemimpinan, ia akan lebih hebat jika mendapatkan
perlakuan edukatif dari lingkungan, jika tidak, ia hanya akan menjadi pemimpin
yang biasa dan standar. Sebaliknya jika manusia lahir tidak dengan potensi
kepemimpinan namun mendapatkan perlakuan edukatif dari lingkunganya akan
menjadi pemimpin dengan kemampuan yang standar pula. Dengan demikian antara
potensi bawaan dan perlakuan edukatif lingkungan adalah dua hal tidak
terpisahkan yang sangat menentukan hebatnya seorang pemimpin.
b.
Faktor Jabatan
Pengertian
jabatan adalah struktur kekuasaan yang pemimpin duduki. Jabatan tidak dapat
dihindari terlebih dalam kehidupan modern saat ini, semuanya seakan
terstrukturifikasi. Dua orang mempunyai kemampuan kepemimpinan yang sama tetapi
satu mempunyai jabatan dan yang lain tidak maka akan kalah pengaruh. sama-sama
mempunyai jabatan tetapi tingkatannya tidak sama maka akan mempunya pengarauh
yang berbeda.
c.
Faktor Situasi dan Kondisi
Pengertian situasi adalah kondisi yang melingkupi
perilaku kepemimpinan. Disaat situasi tidak menentu dan kacau akan lebih
efektif jika hadir seorang pemimpin yang karismatik. Jika kebutuhan organisasi
adalah sulit untuk maju karena anggota organisasi yang tidak berkepribadian
progresif maka perlu pemimpin transformasional. Jika identitas yang akan
dicitrakan oragnisasi adalah religiutas maka kehadiran pemimpin yang mempunyai
kemampuan kepemimpinan spritual adalah hal yang sangat signifikan. Begitulah
situasi berbicara, ia juga memilah dan memilih kemampuan para pemimpin, apakah
ia hadir disaat yang tepat atau tidak.
METODE ANALISIS
Tujuan penulisan ini
adalah untuk mengetahui seberapa besar pengaruh teori dalam penerapan
kepemimpinan suatu organisasi. Dengan menggunakan teori-teori yang di usulkan
beberapa ahli ternyata dalam penerapannya seorang pemimpin tidak bisa hanya
menggunakan satu teori untuk menjalankan sistem kepemimpinannya. Seorang lebih
di tuntut untuk mampu beradaptasi dalam kondisi apapun atau fleksibel. Sama
halnya juga dengan tipologinya yang digunakan seorang pemimpin tidak dapat
menitikberatkan pada satu tipe kepemimpinan saja. Selanjutnya untuk membantu
untuk mensukseskan keberhasilan seornag pemimpin harus memperhatikan tiga
faktor untuk mempengaruhi kepemimpinanya yaitu faktor kemempuan personal,
faktor jabatan dan faktor situasi dan kondisi.
PEMBAHASAN
Setiap pemimpin
pasti memiliki gaya kepemimpinan masing-masing namun gaya tersebut berdasarkan
teori dan tipologi. KAI adalah sebuah perusahaan besar milik BUMN, dalam
mengelolanya bukanlah hal yang mudah dilakukan sejak didirikan tahun 1864 KAI
belum menemukan sosok seorang pemimpin yang mampu menerapkan sistem yang apik.
Ignasius Jonan (biasa dipanggil Jonan) merupakan satu-satunya pemimpin KAI yang
mampu membawa peubahan besar pada KAI. Dilihat dari gaya kepemimpinanya Jonan
tentunya manggunakan teori-teori dan tipe kemimpinan dalam pelaksanaanya Jonan
tidak biasa memaksakan satu teori dan satu tipe kepemimpinan, Jonan justru menciptakan gayanya sendiri dengan
menggunakan beberapa teori dan tipe kepemimpinan.
Sebelum saya
mengulas lebih jauh tentang gaya kepemimpinan Jonan, ada baikmya kita mengenal
Jonan terlebih dahulu. Mungkin masih ada sebagina kita yang belum begitu
mengenal siapa Jonan, bagaimana pendidikan, keyakinan,keluarga dan perjalanan
kariernya. Sebagin orang bisa jadi mendengar nama Jonan hanya melalui televisi
atau pun surat kabar. Mengenal Jonan sedikit lebih dalam akan memudahkan kita
dalam menilai dan memahami Jonan. Jonan memiliki nama lengkap Ignasius Jonan.
Lahir di Singapura tanggal 21 Juni 1963 sebagai anak sulung dari lima
bersaudara. Ayahnya bernama Yusuf Jonan yaitu penusaha yang berasal dari
Surabaya. Sedangkan ibu Jonan tidak lain putri seorang pejabat tinggi di
Singapura.
Sebagai anak dari seorang
pengusaha dan putri pejabat, kehiduoan Jonan berkecukupan. Dengan kata lain
laki-laki yang sekarang berusia 51 tahun lahir dari keluarga yang mapan. Jonan
menghabiskan masa kecilnya di Singapura. Kemudian, pada usia 10 tahun Jonan dan
keluarganya pindah ke Indonesia. Jonan pernah mengenyam pendidikan di SMAK St.
Louis 1 Surabaya jurusan IPS yang banyak berpengaruh pada kariernya di bidang
keuangan. Setamat di SMAK St., Louis 1, Jonan melanjutkan ke Universitas
Airlangga. Sejalan dengan jurusan yang diambil pada waktu di SMAK, di perguruan
tinggi Jonan mendalami jurusan Akutansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Jonan
lulus dalam kurun waktu 4 tahun. Jonan pun melanjutkan pendidikan di
Universitas Tufts. Tak hanya itu Jonan juga pernah mengenyam berbagai program
pendidikan di beberapa perguruan tinggi dunia.
Jonan bisa dibilang
sukses dalam karier hal ini dibuktikan dengan sederet penghargaan yang
diperoleh diantaranya : Penghargaan Kategori Penyelamatan Aset BUMN (2010), CEO
terbaik BUMN 2011, Penghargaan dari Komnas Pengendalian Tembakau (2012) atas
upaya PT. KAI menerapkan kebijakankawasan bebas asap rokok di lingkungan
stasiun dan di atas kereta api, meraih Penghargaan Perunggu dalam dua kategori
yaitu Strategic dan Tactical Marketing ajang BUMN Marketing
Day 2012 di bidang pemasaran, Best of The Best BUMN Inovatif Terbaik 2012,
Chief Executive Officer (CEO) BUMN Terbaik, Pemenang 1 Inovasi Manajemen BUMN
Terbaik 2012 dan masih banyak lagi.
Pada awalnya Jonan
sempat ragu karena diamanahkan tugas yang berat. Pada awal masa kepemimpinan
Jonan di KAI ia memiliki banyak pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Jonan
merupakan penganut agama katolik yang memegang teguh keyakinannya. “Tuhan berilah aku kekuatan untuk dapat
merubah apa yang bisa aku rubah. Berilah aku kebesaran hati untuk menerima apa
yang tidak bisa aku ubah. Berilah aku kebijaksanaan untuk membedakan kedua hal
itu. Do’a inilah yang membuat saya sampaisekarang untuk tidak mudah
menyerah dan tidak mudah putus asa ”,
dari do’a dan perkataan itu lah menjadi sumber kekuatan Jonan untuk terus
melangkah.
JONAN DAN KONTROVERSI
Sempat dituding mengabaikan
rakyat kecil dengan menyingkirkan lebih dari 5000 kios dan PKL dari lebih dari
60 stasiun yang berada dalam jaringan commuterline. Ini merupakan tantangan
awal bagi Jonan. Hal itu dilakukan bukan tanpa suatu alasan, hal tersebut
dilakukan dengan tujuan untuk memberikan pelayanan terbaik kepada para pengguna
jasa kereta api. Bukan berarti Jonan
kejam atau tidak peduli terhadap rakyat kecil menyingkirkan kios dan PKL
membantu KAI untuk menyelamatkan aset perusahaan. Salah satu contoh aset KAI
adalah stasiun termasuk peron dan sebagainya. Dengan membersihkan peron dari
PKL ataupun kios mengembalikan lagi hak bagi para penumpang kereta api dimana peron berfungsi untuk tempat penumpang
menunggu , naik maupun turun kereta api. Dampak yang dirasakan setelah
menyingkirkan kios-kios dan PKL yang ada di setiap stasiun, para pengguna
kereta api khususnya commuter line meningkat.
Sebagai pemimpin
Jonan juga merasa iba tapi di sisi lain dia harus profesional, namun tidak
membuat Jonan menutup mata akan salah satu kejadian berikut. Pada hari setelah
pembersihan kios dan PKL di Stasiun Universitas Indonesia Jonan mendapatkan SMS
dari seorang mahasiswa yang mengatakan :
“Bapak bagaimana sih kok tega banget
menggusur tapi tidak ada relokasi. Kasihan orang-orang yang dan anak-anaknya
termasuk saya. Saya terancam putus kuliah karena bapak saya tidak punya
pekerjaan lagi”.
Tak beberapa lama
kemudian mahasiswa tadi mendapatkan balasan dari Jonan, “Ya sudah, kuliahmu saya yang tanggung sampai kamu lulus kuliah.”
Tindakan Jonan merupakan bentuk tanggung jawab seorang pemimpin atas resiko
yang di dapat dari setiap keputusan yang diambil. Memang Jona tidak menyediakan
relokasi untuk para pemilik kios maupun PKL karena anggaran yang dimiliki KAI
tidak mencukupi. Lain halnya dengan Jokowi sewaktu menjabat sebagai Gubernur
DKI Jakarta beliau membongkar pemukiman kumuh yang ada di Jakarta dan mampu
menyediakan relokasi karena ada anggaran yang mencukupi. Lain halnya dengan
Jonan sewaktu menjabat Dirut KAI tugas Jonan hanyalah berfokus dalam pelayanan
kereta api. Tapi sekarang ketika Jonan menjabat sebagai Mentri Perhubungan,
Jonan lebih bisa berpengaruh tidak hanya pada KAI namun kesemua sarana
perhubungan baik darat, air maupun udara.
Selain menyingkirkan
kios dan PKL Jonan juga melakukan inovasi dengan merubah sistem tikecting yang sebelumnya tiket hanya
bisa dibeli melalui loket disetiap stasiun, sekarang semua tiket di jual secara
online jadi calon penumpang dapat melakukan pemesanan tiket dimanapun dan
kapanpun. Hal ini dianggap tidak pro rakyat kecil karena Jonan menetapkan harga
tarif atas dan tarif bawah, selain itu bagi mereka yang tidak mengenal sistem
online akan sangat kesulitan dalam melakukan tiket. Namun Jonan memberikan
solusi dengan menerima re-seller tiket
dengan bekerja sama dengan agen resmi seperti Indomaret, Alfamart, Lawson,
Kantor POS dan selama tiket yang dijual oleh agen tidak melebihi tarif atas tiket.
INTEGRITAS DAN PROFESIONAL
Integritas dan
profesonal merupakan dua hal yang wajib dimiliki oleh seorang pemimpin. Seorang
pemimpin profesional yang memiliki integritas akan memberikan perubahan yang
cukuo signifikan pada setiap organisasi atau perusahan yang dipimpinnya. Selain
memiliki pengetahuan yang luas, seorang pemimpin yang profesional juga bisa
menyelesaikan masalah, mengenal segala hal yang terkait dengan tanggung
jawabnya serta bisa mengajak timnya untuk bekerjasama. Jonan memerintahkan
untuk melaporkan semua hal terkait perusahaan yang dipimpin sebagai bentuk
kedisiplinan.
Tidak mengenal
toleransi dalam bekerja. Langkah berikutnya untuk mempertahankan integritas,
Jonan menekankan agar tidak ada pihak yang melanggar peraturan yang telah
dibuat. Seorang profesional akan menjunjung tinggi perusahaan dimana ia bekerja
dengan menaati aturan yang telah dibuat. Dalam kereta api misalnya, setiap
orang harus memiliki tiket untuk bisa menikmati perjalanan menggunakan kerata
api tidak peduli ia kaya ataupun miskin bahkan pegawai KAI sekalipun. Jonan
mengatakan bahwa rasa kasihan merupakan perasaan personal, jika ada pegawai
yang kasihan kepada seseorang yang tidak memiliki tiket Jonan menganjurkan
untuk membelikan tiket dengan uang dari kantong pribadi, hal ini dilakukan dengan
tujuan untuk membantu dalam pengurus keuangan negara dan memang Jonan dan
karyawannya wajib mengatur pengeluaran dan pendapatan dengan tertib.
Larangan selanjutnya
yang diberlakukan Jonan mengenai toleransi adalah larangan merokok tidak hanya
di lingkungan stasiun laranngan ini juga diberlakukan di atas kereta api.
Karyawan yang bertugas diatas rangkaian kereta wajib menegur apabila masih adal
yang melarang bahkan Jonan memerintahkan untuk menurunkan distasiun selanjutnya
apabila masih ada yang melarangnya, larangan ini terbukti berhasil hingga
sampai saat ini hal tersebut dapat dirasakan dampak positifnya semua penumpang
dapat menikmati perjalanan kereta api tanpa dan bebas asap rokok.
Bekerja sesuai
dengan tujuan. Jonan berulang-ulang kali mengingatkan integritas kepada seluruh
karyawan ketika ia di KAI. Jonan juga menekankan perlunya mengedepankan
integritas dalam bekerja. Bisa dikatakan bahwa integritas merupakan sebuah
karakter penting yang harus dimiliki oleh setiap orang di KAI. Langkah penting
yang harus dilakukan untuk menjadi pemimpin yang berintegritas yaitu dengan
berani dalam menjalankan keputusan yang sudah ditetapkan. Blue print dibuat agar karyawan mengerti dengan jelas hal-hal apa
saja yang harus dilakukan, apa gunanya blue
print jika tidak dilaksakan. Jonan berusaha untuk mengubah presepsi
tersebut agar para karywan dapat bekerja sesuai tujuan perusahaan.
Pada hari besar
seperti Lebaran karyawan KAI justru tidak libur untuk memberikan pelayanan
terbaik selama Lebaran. Saat libur Lebaran karyawan KAI mendapatkan jadwal
dinas guna meningkatkan pelayanan selama libur lebaran. Saat berdinas pada
libur lebaran tahun 2014 bahkan Jonan pernah tidur di kereta ekonomi tujuan
Malang-Surabaya pukul 23.00 tanpa fasilitas apapun meskipun ia orang nomor satu
di KAI, hal ini merupakan inegritas Jonan terhadap KAI.
MAU MENERIMA KRITIK
Kritik merupakan
suatu hal yang wajar ketika suatu keputusan di terapkan dan dilaksakan. Kritik harus
disikapi dengan lapang dada dan digunakan sebagai sarana untuk menentukan
keputusan yang lebih baik. Jonan memberikan sarana seperti Call Canter KAI 121
24 jam, email, Twitter dengan tujuan untuk menerima kiritik maupun saran bahkan
melakukan pemesanan tiket. Tidak tanggung-tanggung Jonan bahkan bersedia
menerima kritik, keluhan dan saran melalui email pribadinya langsung.
MEMPERBAGUS SIKAP KARYAWAN
Hal ini dilakukan
Jonan untuk memperbagus layanan kepada konsumen adalah dengan memotivasi
karyawan memperbaiki sikap. Karyawan dituntut lebih ramah dalam memberikan
pelayanan. Selain itu, setiap karyawan dilarang merokok di area tertentu.
Larangan ini sangat mendukung pola hidup sehat pelanggan terutama pelanggan
yangtidak merokok. Larangan merokok juga untuk menjaga keamanan di kawasan
stasiun dan kereta. Rokok meskipun dianggap masalah sepele bisa menyebabkan
masalah besar seperti kebakaran.
Biaya yang dikeluarkan
tentu tidak sedikit untuk memberikan pelayanan terbaik kepada konsumen. Dengan
berbenah dalam hal pelayanan Jonan tidak mengejar sebuah penghargaan apapun
melainkan Jonan memberikan pelayanan terbaik dengan tujuan agar rakyat dengan
kantong pas-pasan sekalipun dapat dilayani dengan sebaik-baiknya. Misal,
merevitalisasi semua rangkaian kereta ekonomi dengan memesang pendingin ruangan
atau AC (Air Conditioner).
FOKUS DAN KONSISTEN
“Tak boleh ada toleransi dan harus konsisten
saat kita memutuskan kebijakan di perusahaan pelayanan umum” (Ignasius
Jonan)
Salah satu kunci
Jonan menjadi seorang pemimpin adalah selalu berusaha fokus dan konsisten.
Ketika pertama masuk di KAI, Jonan menentukan serentetan masalah seperti
kualitas jalan rel, persinyalan, lokomotif dan stasiun yang kumuh, rendahnya
disiplin pegawai, SDM yangtidak berorientasi melayani pengguna jasa, remunerasi
pegawai yang rendah dan rawan penyimpangan, pendapatan yang menurun dan membuat
perusahaan menanggung kerugian selama bertahun-tahun serta tidak adanya
polakepemimpinan yang kuat dan memiliki visi yang jelas untuk saat itu dan masa
depan.
Dari berbagai
masalah tersebut Jonan menarik kesimpulan bahwa ada dua hal pokok yang harus
dilakukannya selama memimpin yaitu membanahi mental karyawan dan menegakkan GCG
dalam perusahaan yang di pimpinnya. Keudian Jonan menjabarkan targetnya
tersebut secara terperinci. Selama di KAI Jona fokus dan konsisten melakukan
usaha yang mengacu kepada target tersebut.
Peningkatan kualitas
pelayanan, keselamatan, kenyamanan, kenyamanan dan tepat waktu, keempat
prioritas di atas merupakan point utama Jonan dalam pembenahan KAI. KAI
menyadari sepenuhnya pilihan prioritas ini bukan sesuatu yang mudah diwujudkan.
Ambil contoh aspek pelayanan. Aspek mendasar dari service company itu sudah
terlalu lama diabaikan. Carut marut sudsah identik dengan kereta api, sehingga
banyak kalangan apatis dan menilai kereta api tidak mungkin bisa berubah.
Meskipun demikian,
perbaikan layanan tetap dilakukan hingga sekarang banyaj yang mengalami
perubahan. Dengan slogan kerja fokus dan konsisten KAI bisa melakukan apa yang sebelumnya
disangsikan oleh banyak orang. KAI terus berupaya merealisasikan target dengan
baik. Namun, terkadang untuk mewujudkan target, Jonan menghadapi banyak
tantangan. Walaupun begitu, Jonan konstan dalam mempertahankan dan bekerja
sesuai program. lambat laun tapi pasti, keputusan Jonan yang tetap konstan
menjalani programnya mulai menampakkan hasil.
MENDUKUNG KEADILAN
Keadilan yang
dimaksud adalah pemerataan pembangunan. Dengan membenahi perkereta apian di
Indonesia disisi lain juga membantu negara dalam memperlancar perekonomian
karena daya angkut kereta api yang besar, juga dapat membantu dalam pemerataan
pembangunan. Jonan juga mengaktifkan beberapa relasi jalur kerata api yang
sebelumnya vakum dari aktifitas seperti jalur kereta api relasi Bogor-Sukabumi,
Nambo-Duri, Solo-Wonogiri.
Tidak hanya adil
dalam pemerataan pembangunan, Jonan juga menerapkan keadilan dalam memberikan
penghargaan dan sanksi bagi aggotanya. Sejak Jonan memimpin, Jonan secara
perlahan tapi pasti menghilangkan berbagai politik kantor yang menguntungkan
pihak tertentu.
Jonan menekankan
pentingnya bekerja secara profesional. Jonan kemudian mengukur dan menilai
seseorang berdasarkan prestasi dan kinerja mereka. Tak hanya itu, Jonan
memperlakukan semua karyawan dengan cara yang sama, tidak membeda-bedakan
meskipun tingkat jabatan dan pekerjaan mereka berbeda. Beberapa cara Jonan
menegakan keadilan kepada karyawan yaitu :
Pertama, memberikan gaji sesuai dengan berat atau tidaknya pekerjaan
meraka. Komandan yng bekerja dilapangan gajinya dilebihkan dibanding komandan
yang bekerja dikantor. Jonan menetapkan merit
system dalam beberapa aspek. Dalam menerima atau merekrut karyawan,
berdasarkan kepadake mampuan, keahlian dan keterampilan yang dimiliki bukan
karena memiliki hubungan dengan orang dalam.
Kebijakan memberi
gaji yang oantas ini juga diterapkan Jonan setelah dirinya menjabat sebagai
Mentri Perhubungan. Jonan memperjuangkan gaji yang tinggi untuk pegawai yang
berprofesi menjaga menara mercusuar di pulau-pulau terpencil. Jonan menemukan
bahwa mereka selama ini kurang mendapat perhatian. “Penjaga mercusuar bergaji rendah sekarang harus diubah. Ada yang
protes, nggak perlu keahlian masa dapat gaji tinggi. Ya kamu aku taruh di pulau
sepi selama 6 bulan untuk melamun. Mau? Ini pekerjaan yang nilai hardship
tinggi,” kata Jonan.
Masih sejalan dengan
merit system, dalam penggajian diterapkan
merit pay merit pay yaitu dimana
seorang karyawan menerima gaji sesuai dengan jasa/kinerjanya. Penerapan konsep
ini dirasa lebih adil. Seseornag yang kinerjanya baik dan prestasinya lebih
banyaj akan mendapatkan imbalan yang lebih tinggi. Sementara, karyawan yang
malas dan miskin prestasi gajinya juga sedikit.
Kedua, semua karyawan yang berprestasi tidak peduli berapa usia dan
berapa lama mengabdi, jika mereka kompeten, mereka layak naik jabatan.
Ketiga, setiap karyawan apapun jenis kerjanya kalau mereka berprestasi
diberikan kesempatan untuk menambah pengetahuan melalui studi banding ke luar
negeri. Jonan mengirim tak hanya karyawan berposisi sebagai manajer tapi juga penjaga
loket untuk mengetahui bagaimana mengelola kereta api lebih baik dengan belajar
di negara yang bagus pengelolaan kereta apinya.
Keempat, aturan dan hukuman berlaku untuk semua karyawan. Tidak dibedakan.
Jika ada yang kedapatan melanggar peraturan, Jonan tak segan-segan memecatnya.
Sistem reward dan punishment secara tidak langsung
dimaksudkan untuk mendorong karyawan agar memiliki kinerja dan prestasi yang
lebih baik. Jika ada karyawan yang berprestasi diberikan reward berupa penghargaan, hadiah dan imbalan. Keadaan ini selain
memotivasi sang penerima hadiah untuk terus berprestasi juga menjadi contoh
bagi karyawan lain. Begitu juga sebaliknya, jika ada karyawan yang terbukti
melakukan hal-hal yang tidak baik dan bertentangan dengan ketentuan perusahaan
akan dijatuhi hukuman. Punishment dimaksudkan
untuk memberikan efek jera dan menegakkan hukuman bagi yang melanggar. Dengan
memberlakukan reward dan punishment secara seimbang berarti
seorang pemimpin sudah memperhatikan keadilan.
Sistem reward dan punishment tidak hanya menunjukkan kepedulian seorang pemimpin pada
keadilan diantara karyawan tapi juga memberikan berbagai pengaruh positif untuk
perusahaan, pribadi itu sendiri dan karyawan lain. Pelaksanaan sistem tersebut
membuat kerja lebih pasti dan jelas menjadikan tolak ukurnya. Target perusahaan
juga dimungkinkan segera tercapai dan hasil kerja setiap karyawan akan
meningkat karena sistem tersebut secara tidak langsung menjadi pengawasan bagi
karyawan.
KESIMPULAN
Seorang pemimpin
tidak bisa memaksakan suatu teori maupun tipe kepemimpinan yang digunakan untuk
memimpin sutu organisasi. Seorang pemimpin dituntut untuk lebih peka atau
respon terhadap kondisi yang sedang terjadi agar dalam pengambilan keputusan
dapat tepat sasaran dan berdampak positif bagi pemimpin itu sendiri, karyawan
serta organisasi dan mempermudah organisasi dalam mencapai tujuannya.
DAFTAR PUSTAKA
Zelfis Fitria.
(2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang
Publishing hal 1
Zelfis Fitria.
(2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang
Publishing hal 7
Zelfis Fitria.
(2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang
Publishing hal 8
Zelfis Fitria.
(2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang
Publishing hal 15
Zelfis Fitria.
(2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang
Publishing hal 20
Zelfis Fitria.
(2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang
Publishing hal 67-71
Zelfis Fitria.
(2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang
Publishing hal 102-105
Zelfis Fitria.
(2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang
Publishing hal 143-144
Zelfis Fitria.
(2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang
Publishing hal 162
Zelfis Fitria.
(2015) Leadership Ala Ignasisus Jonan. Cetakan 1. Jakarta : Cemerlang
Publishing hal 187-189
Youtube. (2015)
Ignasisus Jonan Part 1 [online]. Di ambil dari :
Youtube. (2015)
Ignasisus Jonan Part 2 [online]. Di ambil dari :
Youtube. (2015)
Ignasisus Jonan Part 3 [online]. Di ambil dari :
Youtube. (2015)
Ignasisus Jonan Part 4 [online]. Di ambil dari :
Youtube. (2015)
Ignasisus Jonan Part 5 [online]. Di ambil dari :
Youtube. (2015)
Three In One Eps. 18 – Komandan Sepur – Bersama Ignasisus Jonan (Part 1)
[online]. Di ambil dari :
Youtube. (2015)
Three In One Eps. 18 – Komandan Sepur – Bersama Ignasisus Jonan (Part 2)
[online]. Di ambil dari :
Youtube. (2015)
Three In One Eps. 18 – Komandan Sepur – Bersama Ignasisus Jonan (Part 3)
[online]. Di ambil dari :
Youtube. (2015)
Three In One Eps. 18 – Komandan Sepur – Bersama Ignasisus Jonan (Part 4)
[online]. Di ambil dari :
Youtube. (2015)
Three In One Eps. 18 – Komandan Sepur – Bersama Ignasisus Jonan (Part 5)
[online]. Di ambil dari :
Ardiprawiro, S.E.
(2015) Bab 4 Kepemimpinan. [offline]. Di akses pada 20 Mei 2015
Referensi Gambar